Gubernur Murad Ismail Minta Anak Muda Belajar dari Martha Christina Tiahahu, Ternyata Ini Sosoknya

Gubernur Maluku, Murad Ismail meminta anak muda Maluku belajar dari Martha Christina Tijahahu. Terlebih bagi para perempuan di maluku.

Via Surya.co.id
Martha Christina Tijahahu 

 Hal ini kemudian mulai menyulut perlawanan rakyat Maluku, tidak terkecuali rakyat di Nusalaut.

Ayah Martha Christina Tiahahu, Kapitan Paulus Tiahahu ditunjuk sebagai pemimpin perlawanan rakyat di Nusalaut.

Meski usianya sudah tidak muda lagi, namun Kapitan Paulus Tiahahu memiliki pengaruh yang sangat besar di sana.

Ketika menghadiri pertemuan besar di Hutan Saniri pada 14 Mei 1817 untuk mempersiapkan rencana perlawanan terhadap Belanda, Kapitan Paulus Tiahahu datang terlambat.

Keterlambatannya karena ia membujuk putri satu-satunya, Martha Christina Tiahahu untuk tetap berada di rumah.

Namun karena kerasnya pendirian Martha Christina Tiahahu, akhirnya gadis kecil itu tetap kukuh untuk ikut dalam pertemuan tersebut.

Dalam pertemuan di Hutan Saniri itu, Kapitan Paulus Tiahahu dan Martha Christina Tiahahu bersama semua rakyat yang hadir mengikrarkan sumpah setia bersama-sama, bahwa tidak aka nada penghianatan terhadap perjuangan, dan siapa yang menyeleweng akan dihukum mati di tiang gantungan.

Sumpah yang diucapkan secara khidmat itu memiliki pengaruh sangat besar dalam mengobarkan api perjuangan, khususnya bagi Martha Christina Tiahahu. (2)

Dalam biografi Martha Christina Tiahahu yang ditulis oleh L. J. H. Zacharias (1981), Martha Christina Tiahahu sempat tiga kali meminta izin kepada sang ayah untuk ikut bertempur melawan Belanda, namun selalu ditolak.

Kendati demikian, Martha Christina Tiahahu tetap bersikukuh untuk ikut bertempur.

Martha Christina Tiahahu ikut andil dalam perang Pattimura di daerah Ouw dan Ulath di Pulau Saparua, salah satu peperangan besar di Indonesia yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura.

Dalam peperangan yang menegangkan itu, Martha Christina Tiahahu berhasil membakar semangat pasukan perang perempuan yang dipimpinnya dengan pekikan-pekikan perlawanannya.

Baru dalam peperangan tersebut Belanda berhadapan dengan pasukan perempuan yang begitu fanatik.

Dalam peperangan tersebut, seorang pimpinan pasukan perang Belanda, Richemont berhasil dibunuh oleh pasukan yang dipimpin Martha Christina Tiahahu.

Melihat pimpinannya berhasil dibunuh, Belanda semakin brutal dalam menekan dan menyerang rakyat Maluku.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved