Bentrok di Hunuth

Polisi Diduga Sengaja Perlambat Kasus Pembakaran Hunuth, Pengamat: Ada Motif Tersembunyi

Pengamat Kebijakan Publik, Thomas Madilis, bahkan secara tajam menuduh aparat kepolisian sengaja memperlambat penanganan kasus untuk motif tertentu

Istimewa
BENTROK PEMUDA - Bentrok antar pemuda terjadi di Desa Hunuth, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Selasa (19/8/2025) Siang. Insiden ini menyebabkan kantor Desa Hunuth terbakar. Aparat kepolisian telah berada di lokasi untuk pengamanan. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Hampir sebulan pasca insiden tragis pembakaran puluhan rumah di Desa Hunuth, Kota Ambon, kasus ini masih diselimuti misteri. 

Minimnya informasi dari pihak kepolisian memicu spekulasi liar.

Pengamat Kebijakan Publik, Thomas Madilis, bahkan secara tajam menuduh aparat kepolisian sengaja memperlambat penanganan kasus untuk motif tertentu.

"Saya curiga Kepolisian ikut melindungi pelaku dan menciptakan kericuhan di ruang publik," kata Madilis, kepada TribunAmbon.com, Selasa (16/9/2025).

Baca juga: Pembukaan Lomba HUT ke-26 Kabupaten Buru Bertajuk Bumi Bipolo Disambut Antusias

Baca juga: Curi Kotak Amal, 2 Pelajar di SBB Maluku Terancam Hukuman Penjara Maksimal 9 Tahun

Kecurigaan Madilis muncul di tengah kebungkaman pihak Polda Maluku yang dinilai tidak transparan dalam menangani kasus ini.

Ia mengatakan, perdebatan panjang di media sosial pun tak terhindarkan. 

Banyak pihak, termasuk aktivis dan akademisi, menuding pemerintah daerah Gubernur Maluku, Wali Kota Ambon, dan Bupati Maluku Tengah tidak serius.

Namun, Madilis justru berpendapat lain.

Menurutnya, lambatnya penanganan ini bukan sekadar ketidakseriusan, melainkan sebuah permainan kepolisian untuk mencoreng citra pemerintahan di Maluku. 

Ia menilai kinerja Polda Maluku sangat mengecewakan dan sengaja memberikan waktu bagi para pelaku untuk bernegosiasi, bahkan berpeluang mendapatkan Restorative Justice.

"Strategi ini digunakan untuk membangun pandangan buruk masyarakat kepada Gubernur, Walikota, dan Bupati di media sosial," tambahnya.

Peristiwa pembakaran yang terjadi pada 19 Agustus 2025 bermula dari perkelahian pelajar yang menewaskan seorang siswa. 

Insiden ini kemudian memicu bentrokan besar, yang berujung pada hangusnya 24 rumah, fasilitas umum, dan kendaraan. 

Akibatnya, 59 kepala keluarga atau 236 jiwa harus kehilangan tempat tinggal dan kini berstatus pengungsi.

Madilis menyayangkan bahwa penyelesaian kasus ini mungkin hanya akan berhenti pada ganti rugi materiil. 

Sementara proses penangkapan pelaku, lanjutnya, bisa diabaikan dengan alasan yang tidak masuk akal, seperti kesibukan para penyidik atau keterbatasan personel.

"Cara-cara seperti ini sudah sering terjadi di tubuh kepolisian," tegas Madilis, dengan nada pesimistis.

Diketahui, penyelidikan kasus ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Maluku

Dua tersangka, AP (20) dan IS (15), sudah ditetapkan. Sebanyak 34 saksi telah diperiksa, tetapi 14 saksi lainnya tidak hadir tanpa alasan jelas. 

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Rositah Umasugi, pada 3 September 2025 lalu sempat berjanji akan menyelesaikan kasus ini secara profesional dan transparan.

Namun, janji itu seolah menguap. Saat dihubungi oleh TribunAmbon.com sejak Jumat (12/9/2025) hingga kini Selasa (16/9/2025), Kombes Rositah Umasugi memilih untuk bungkam dan tidak memberikan komentar apa pun. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved