Ortu Ngamuk di Sekolah

Ternyata Istri Polisi di Ambon Ngamuk gegara Anaknya Demam dan Muntah Usai Diimunisasi

Istri anggota Polda Maluku, Hilda Talahutu mengamuk di SD Xaverius Ambon gegara anaknya diimunisasi tanpa izin.

|
Ist
Istri anggota Polda Maluku, Hilda Talahutu mengamuk di SD Xaverius Ambon gegara anaknya diimunisasi tanpa izin. 

"Suami saya juga datang ke sekolah bukan kapasitasnya sebagai Polisi melainkan kapasitasnya sebagai orang tua murid. Ada satu hal juga yang kami sangat sesalkan yakni perkataan Oknum Wakil Kepala Sekolah bersama beberapa guru yang menyatakan bahwa “kalau anak kami tidak dikeluarkan dari sekolah Xaverius maka guru akan melakukan demo” kami jadi bertanya – tanya kenapa harus anak – anak kami yang dikeluarkan mengingat anak kami 3 orang yang sekolah di kawasan Xaverius, apakah kesalahan seluruhnya ada pada kami, apakah dalam hal ini pihak sekolah tidak bersalah ?," tegasnya.

Sementara itu terkait pelaporan ke Polisi, pihaknya tak masalah dan akan melaporkan sekolah juga.

*Klarifikasi Sekolah*

Yayasan Pendidikan Katolik Keuskupan Amboina yang menaungi SD Xaverius 1A buka suara terkait video viral oknum Ibu Bhayangkari ngamuk di Sekolah.

Sekretaris Yayasan Pendidikan Katolik Keuskupan Amboina, John Dumatubun dalam klarifikasinya mengatakan Imunisasi Rubella merupakan program Nasional oleh pemerintah berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan melalui Sekolah.
Imunisasi Rubella rutin dilakukan tiap tahunnya dan dilakukan oleh dokter.

“Terkait dengan peristiwa yang terjadi pada hari Rabu kemarin maka baru pada kesempatan ini dari pihak yayasan memberikan pernyataan. Yang pertama perlu diluruskan dulu. Istilah vaksin tidak ada, imunisasi bukan vaksinasi. akibatnya apa begitu viral, karena kata vaksin ini kan agak sedikit alergi karena kita punya pengalaman Covid-19. Padahal ini kan imunisasi, program nasional pemberian imunisasi rubella itu program nasional yang sudah dijalankan tahun-tahun sebelumnya dan berhenti pada saat covid-19 dan itu dilanjutkan lagi,” kata Dumatubun di Ruang Guru SD Xaverius A1 Ambon, Jumat (30/9/2023).

Sementara itu, pihaknya juga menyayangkan tindakan orang tua murid yang malah mengamuk dan menganiaya guru.

Apalagi orang tua laki merupakan anggota Propam Polda Maluku.

Menurutnya, bila ada kesalahan harus dibicarakan baik-baik bukan melakukan kekerasan fisik kepada tenaga pendidik.
“Prinsipnya kami menyesali tindakan ini terjadi. Seharusnya, ibu datang baik-baik dan bicara. Kalau memang ada kesalahan prosedural itu bicara baik-baik, bukan tindakan seperti kemarin itu. Itu bukan tindakan seorang Ibu, apalagi yang kami sesali suaminya seorang Polisi apalagi bidang Propam lagi tidak bisa memberikan edukasi yang baik kepada ibu, malah melakukan perbuatan tidak menyenangkan yang kekerasan fisik bahkan sampai ancaman, ini tidak benar,” tambahnya.

Dijelaskannya, pihak sekolah melalui guru telah menginformasikan kepada orang tua murid melalui WhatsApp Grup kelas sehari hari sebelumnya.

Bahkan di pagi hari sebelum pemberian imunisasi pun sekolah kembali mengingatkan orang tua murid.

Sejumlah orang tua murid lainnya pun aktif bertanya, termasuk ada yang langsung memberitahukan informasi anak yang tak boleh diimunisasi.

Sementara oknum orang tua ini baru memberitahukan setelah imunisasi selesai.
Pihaknya pun menyayangkan sikap mereka, apalagi ngamuk dan menganiaya guru. Pasalnya, akibat oknum orang tua ini sejumlah peserta didik lainnya mengalami trauma.

Saat ini, lanjutnya, pihak sekolah telah melaporkan ke jalur hukum. Yayasan maupun Keuskupan akan mendukung penuh dan mengawal kasus kekerasan fisik hingga pengancaman ini sampai tuntas.

“Proses ini harus dituntaskan sesuai dengan jalur hukum yang berlaku. sekali lagi saya ulangi proses ini harus diselesaikan sesuai dengan jalur hukum yang berlaku. Menurut informasi sudah sampai -tingkat Polda dan biarlah proses itu berjalan terus untuk diselesaikan. Kalau memang dalam prosedur itu ada kesalahan yang dibuat oleh sekolah, kita akan ambil tindakan. Tapi kalau khusus untuk tindakan ibu dan bapak itu kita akan proses secara hukum. Karena satu perbuatan tidak menyenangkan, yang kedua itu kekerasan fisik, dan Ketiga tuh pencemaran nama baik dan Lalu ada ancaman. Pihak Yayasan tidak akan tinggal diam. Bahkan pihak keuskupan proses. Tidak ada damai, sebagai orang beriman kita memaafkan tapi proses hukum tetap berjalan terus. Ancaman terhadap guru, saksi korban, setelah itu dalam berita pengaduan yang sudah di kirim ke SPKT dan instansi terkait,” tandasnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved