Buru Hari Ini

HMI Soroti Polres Buru: Hukum Tumpul Tangani Aktor Tambang Ilegal di Gunung Botak

Abdulah menyebut nama Dewa sebagai salah satu figur sentral dalam rantai pasokan bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk aktivitas tambang ilegal.

Ummi Dalila
KETUA HMI CABANG BURU - Potret ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Namlea, Kabupaten Buru, Abdulah Fatsey, Sabtu (18/10/2025). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Ummi Dalila Temarwut 

NAMLEA, TRIBUNAMBON.COM - Fenomena tambang emas ilegal di kawasan Gunung Botak kembali menjadi sorotan publik. 

Kali ini, kritik keras datang dari Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Namlea, Abdulah Fatsey, yang menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap para aktor utama di balik kejahatan lingkungan tersebut.

Dalam keterangannya kepada TribunAmbon.com, Abdulah menyebut nama Dewa sebagai salah satu figur sentral dalam rantai pasokan bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk aktivitas tambang ilegal. 

Namun, meski telah lama dikenal publik, hingga kini penegakan hukum terhadapnya seolah jalan di tempat.

“Fenomena tambang emas ilegal di Gunung Botak memperlihatkan bagaimana hukum sering kali tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Sosok seperti Dewa dikenal luas sebagai salah satu aktor utama dalam rantai pasokan bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk aktivitas tambang ilegal. Namun hingga hari ini, penegakan hukum terhadapnya seolah mandek,mencerminkan adanya ruang abu-abu antara kepentingan ekonomi ilegal dan lemahnya institusi hukum,” ujarnya pada TribunAmbon.com, Sabtu (18/10/2025).

Baca juga: Festival Benteng Victoria di Ambon, Wamendagri RI Ingatkan Warga Tak Lupa Sejarah

Baca juga: Pelantikan Pengurus KEIND Maluku, Diharapkan Bantu Pertumbuhan Ekonomi

Ia menegaskan bahwa Polres sebagai representasi penegakan hukum di daerah seharusnya menjadi garda terdepan dalam memutus mata rantai kejahatan lingkungan. 

Namun kenyataannya, hingga kini belum ada langkah tegas dalam membongkar jaringan mafia tambang emas ilegal tersebut.

“Kegagalan menangkap figur seperti Dewa menandakan adanya persoalan struktural dan moral dalam penegakan hukum, di mana kepentingan politik, ekonomi, dan kekuasaan sering kali menundukkan supremasi hukum itu sendiri,” tambahnya.

Abdulah juga memperingatkan bahwa pembiaran semacam ini bisa melahirkan aktor-aktor baru yang lebih bengis dan terorganisir. 

Ia menilai dugaan pembiaran bukan tanpa dasar, mengingat aparat kepolisian memiliki perangkat intelijen yang seharusnya mampu mengidentifikasi lokasi dan jaringan para pelaku.

“Ketika pengetahuan itu tidak disertai tindakan, publik berhak menduga bahwa ada yang lebih besar dari sekadar kelalaian: ada pembiaran yang sistemik,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Abdulah menyebut bahwa penegakan hukum atas kasus tambang ilegal di Gunung Botak bukan lagi sekadar persoalan teknis penangkapan, melainkan ujian moral bagi institusi hukum itu sendiri.

“Apakah hukum akan tetap tunduk pada kekuasaan dan kepentingan, atau berani menegakkan keadilan ekologis demi masa depan lingkungan dan generasi mendatang itu yang sedang diuji hari ini,” pungkasnya.

Diketahui, Dewa diduga merupakan penjaga gudang pemilik PT. Inti Kemilau di Desa Parbulu, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.

Yang merupakan bekas gudang penyimpanan gabah atau beras milik warga Desa Parbulu yang disewakan untuk menyimpan B3 jenis sianida dan baru memiliki izin penyimpanan sementara untuk izin edar atau izin perjual belikan B3 jenis sianida belum ada namun proses jual beli telah dilakukan di area tambang emas gunung botak Kabupaten Buru.(*)

Sumber: Tribun Ambon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved