Bentrok di Hunuth

Mahasiswa FISIP UKIM Desak Kapolda Tangkap Pelaku Pembakaran Rumah Warga Desa Hunuth

Setelah 10 hari berlalu tanpa ada penangkapan, Ketua Senat Mahasiswa FISIP UKIM, Raymondus Fautngilyanan

Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
Tribunambon/jenderal
BENTROK HUNUTH - Irjen Pol. Prof. Dadang Hartanto resmi bertugas sebagai Kapolda Maluku, kasus pembakaran rumah warga Desa Hunuth hingga kini belum terungkap, Selasa (26/8/2025). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Desakan untuk segera menangkap pelaku pembakaran rumah di Desa Hunuth, Kota Ambon, semakin bertambah, Jumat (29/8/2025).

Setelah 10 hari berlalu tanpa ada penangkapan, Ketua Senat Mahasiswa FISIP UKIM, Raymondus Fautngilyanan, menyoroti kinerja lamban kepolisian.

Ia mendesak Kapolda Maluku, Irjen Pol. Dadang Hartanto, untuk segera bertindak.

Insiden pembakaran ini merupakan buntut dari perkelahian pelajar pada 19 Agustus 2025 yang menewaskan seorang pelajar SMK Negeri 3 Ambon berinisial AP. 

Kematian AP memicu bentrokan yang lebih besar hingga berujung pada aksi brutal yang menghanguskan 24 rumah dan menyebabkan 236 jiwa mengungsi.

Raymondus mengungkapkan kekecewaannya atas lambatnya penanganan kasus ini, meskipun sejumlah barang bukti sudah diserahkan. 

"Kami mendesak Kapolda Maluku untuk segera memerintahkan jajarannya agar menangkap pelaku. Kasus ini harus menjadi perhatian serius, karena menyangkut rasa aman warga," tegas Raymondus kepada TribunAmbon.com, Jumat (29/8/2025).

Baca juga: Kasus Video Asusila Bripda Charles dan Selebgram Ambon: Sidang Kode Etik Ditunda Lagi

Baca juga: Mendagri Beri Sinyal Dukung Hilirisasi Sagu SBT: Selangkah Lagi Masuk RKP Pusat 2026

Menurutnya, proses hukum yang berlarut-larut dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. 

"Polisi harus lebih proaktif dan menggunakan semua instrumen yang ada. Masyarakat Desa Hunuth sangat mengharapkan keadilan," tambahnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol. Rositah Umasugi, menyatakan bahwa tim penyidik masih bekerja keras. 

Ia menjelaskan, proses penegakan hukum membutuhkan kehati-hatian dan tidak bisa gegabah.

"Kami harus mengidentifikasi secara cermat. Tidak serta-merta berdasarkan video yang beredar, lalu langsung menangkap pelaku. Itu hanya persepsi masyarakat," ujar Rositah.

Rositah menekankan bahwa untuk menangkap seseorang, penyidik harus memiliki minimal dua alat bukti yang sah dan kuat. 

"Proses ini membutuhkan kehati-hatian, karena ini adalah penegakan hukum yang harus sesuai dengan aturan," tegasnya.

Hingga kini, para korban pembakaran masih menanti kejelasan.

Proses yang dinilai lamban ini dikhawatirkan akan memicu ketidakpuasan di tengah masyarakat yang sudah kehilangan tempat tinggal. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved