SBT Hari Ini

4 Tahun Tak Diberi Data, BPKAD SBT Pertanyakan Transparansi BPJS Kesehatan

Pasalnya, sejak tahun 2021 lalu, pihaknya tidak pernah menerima data resmi dari pihak BPJS, meski permintaan telah disampaikan berulang kali. 

Penulis: Haliyudin Ulima | Editor: Mesya Marasabessy
Haliyudin Ulima
PEMDA SBT - Mitra Komisi III DPRD Kabupaten SBT, saat rapat dengar pendapat di ruang paripurna, Selasa (18/11/2025). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Haliyudin Ulima

BULA, TRIBUNAMBON.COM – Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Bakri Mony, mengungkapkan kejanggalan serius atas  ketidaktransparanan penyajian data kepesertaan BPJS Kesehatan di SBT. 

Pasalnya, sejak tahun 2021 lalu, pihaknya tidak pernah menerima data resmi dari pihak BPJS, meski permintaan telah disampaikan berulang kali. 

Padahal data tersebut sangat dibutuhkan untuk memastikan akurasi anggaran iuran kesehatan yang dibayarkan pemerintah daerah.

“Kami sudah minta data sejak 2021, tapi sampai sekarang belum diberikan. Padahal kami ingin ada akurasi data antara BPJS, Dukcapil, dan Dinas Sosial,” ujarnya Selasa (18/11/2025).

Menurutnya, tanpa data by name by address yang jelas, Pemkab SBT terpaksa menyusun anggaran BPJS setiap tahun hanya berdasarkan data satu pintu dari BPJS, tanpa verifikasi silang dengan instansi lain. 

Situasi ini membuat Pemkab SBT hanya mampu mengalokasikan Rp. 6 miliar untuk iuran BPJS pada tahun 2025 karena tidak mengetahui jumlah peserta yang sebenarnya.

Baca juga: Kuasa Hukum Benhur Watubun Minta Jaksa Eksekusi Putusan Kasasi Terpidana Patrick Papilaya

Baca juga: Wagub Abdullah Vanath Hadiri Rakor Pengelolaan Wilayah Perbatasan di Sentul

Selain soal transparansi, Bakri menemukan anomali data yang dianggap janggal. 

Ia menyebut jumlah peserta BPJS justru meningkat, padahal banyak warga SBT telah pindah, bekerja, atau berdomisili di luar daerah seperti Weda, Maluku Utara.

“Seharusnya data berkurang karena banyak yang pindah, tapi kok trennya malah naik terus. Masa tidak ada yang meninggal, tidak ada yang pindah? Yang ada cuma lahir dan lahir. Ini anomali data,” jelas Bakri.

Ia menambahkan, kondisi fiskal nasional yang sedang menurun drastis menuntut pemerintah daerah untuk lebih cermat dalam membiayai belanja wajib. 

Karena itu, akurasi data kepesertaan menjadi sangat penting agar anggaran tidak tersedot untuk peserta yang sebenarnya sudah tidak memenuhi kriteria.

“Tren kemampuan fiskal secara nasional mengalami penurunan. Ini memunculkan kekhawatiran terhadap belanja-belanja wajib kita. Karena itu kami mengapresiasi Komisi III yang mendorong akurasi data iuran BPJS,” ujarnya.

Bakri berharap BPJS Kesehatan segera membuka akses data secara transparan kepada pemerintah daerah agar sinkronisasi dengan Dukcapil dan Dinas Sosial dapat dilakukan.(*)

Sumber: Tribun Ambon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved