SBT Hari Ini

Demo di Kantor Bupati, Warga Minta Pemda Lindungi Hak Ulayat Masyarakat Adat SBT

Mereka datang menggunakan satu mobil truk dilengkapi alat pengeras suara, dengan membentangkan spanduk berukuran sedang.

Penulis: Haliyudin Ulima | Editor: Mesya Marasabessy
Haliyudin Ulima
MASYARAKAT ADAT - Puluhan warga dsri Gerakan Masyarakat Adat Menggugat Kabupaten SBT saat aksi di Kantor Bupati SBT, Senin (1/9/2025). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Haliyudin Ulima

BULA, SERAM BAGIAN TIMUR - Puluhan warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Adat Menggugat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), aksi unjuk rasa di kantor Bupati setempat, Senin (1/9/2025).  

Mereka datang menggunakan satu mobil truk dilengkapi alat pengeras suara, dengan membentangkan spanduk berukuran sedang.

Spanduk tersebut bertuliskan 'Stop Korbankan Masyarakat Teluk Waru dan Bula Barat, Copot Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Kepala UPTD Kehutanan Daerah SBT, Sekaligus Periksa UPTD Kehutanan Daerah SBT'.

Hal itu sebagai bentuk kecaman warga untuk mendapatkan kejelasan dan perlindungan terhadap hak-hak atas masyarakat adat dari hutan mereka yang dipatok sebagai kawasan lindung.

Baca juga: Uskup Diosis Amboina, Mgr Seno Ngutra Minta Masyarakat Maluku Jangan Mudah Terprovokasi 

Ayub Rumbaru (32) selaku kordinator aksi menilai, tindakan tersebut sangat bertentangan dengan hukum, sebab telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

"Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat 2 yang mengakui keberadaan masyarakat adat, serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2012 yang menegaskan bahwa hutan adat adalah hak milik masyarakat adat, bukan hutan negara," ujarnya.

Dirinya meminta agar pemerintah daerah setempat menjamin perlindungan bagi masyarakat di SBT, khususnya Kecamatan Teluk Waru dan Bula Barat.

Pasalnya, Ia mengakui hak adat dan hutan masyarakat adat di dua kecamatan itu, sengaja dijadikan sebagai kelinci percobaan oleh negera.

Baca juga: Apel Siaga dan Patroli Gabungan TNI di Bula, Jaga Stabilitas Keamanan Wilayah

Hal itu semakin diperparah dengan beberapa warga daerah setempat yang saat ini tengah menjalani proses hukum lantaran masih beraktivitas di daerah yang dinilai sebagai kawasan lindung.

Ketiadaan sosialisasi dari Dinas Kehutanan juga menjadi sorotan. 

Warga mengaku tidak pernah mendapatkan pembinaan mengenai batas-batas hak adat, sehingga mereka terpaksa menebang pohon di wilayah hutan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari tanpa menyadari risiko hukum yang mengintai.

"Kami hadir di sini untuk meminta kepada Pemerintah Daerah agar bisa mengimbangi masyarakatnya, melindungi, dan mengayomi rakyatnya sendiri yang ada di Kabupaten SBT," tutupnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved