Gubernur Murad Ismail Minta Anak Muda Belajar dari Martha Christina Tiahahu, Ternyata Ini Sosoknya
Gubernur Maluku, Murad Ismail meminta anak muda Maluku belajar dari Martha Christina Tijahahu. Terlebih bagi para perempuan di maluku.
TRIBUNAMBON.COM -- Gubernur Maluku, Murad Ismail meminta anak muda Maluku belajar dari Martha Christina Tijahahu.
Terlebih bagi para perempuan di maluku.
Menurutnya, perempuan Maluku harus mampu menunjukan jati diri sebagai generasi bangsa yang punya kompetensi, punya kapasitas dan mampu bersaing dengan perempuan daerah lain.
Seperti Martha Christina Tiahahu yang memiliki semangat dan jiwa perjuangan yang hebat.
Tak hanya bagi perempuan Maluku, generas muda juga harus bersikap siap berkorban demi kepentingan lebih besar yang ditunjukan oleh Martha Christina Tiahahu.
"Semangat patriotisme dan cinta tanah air itu hendaknya dijiwai oleh kata "Jangan Tanyakan Apa yang Negara Berikan Kepadamu, Tetapi Tanyakanlah Apa yang Kamu Berikan Kepada Negara","ucapnya.
Diketahui memang sejarah Martha Christina Tiahahu harus menjadi inspirasi bagi generasi muda saat ini.
Pasalnya, Martha Christina Tiahahu merupakan pahlawan nasional yang mampu bertindak melampaui zamannya.
Warisan nilai perjuangan Martha Christina masih relevan sampai saat ini, terutama semangat pantang menyerah, melawan ketidakadilan yang dialami Maluku pada
Pahlawan nasional yang lahir di Desa Abubu, Nusalaut, Maluku pada 4 Januari 1800 dikenal sebagai seorang anak yang pemberani dan memiliki kemauan keras. sejak masih kecl.
Ia selalu mengikuti ayahnya kemanapun pergi, bahkan ketika ayahnya melakukan pertemuan untuk merencanakan peperangan bersama Kapitan Pattimura.
Riwayat Karier
Martha Christina Tiahahu sudah mulai ikut berperang melawan Belanda ketika usianya masih sangat belia, yakni 17 tahun.
Pulau Nusalaut yang merupakan penghasil cengkih berkualitas saat itu tidak lepas dari jajahan Belanda, cengkih-cengkih dimonopoli oleh mereka.
Di Nusalaut, Belanda juga sampai mendirikan banteng pertahanan di Nusalaut untuk menjaga kekuasaannya di tempat tersebut.
Hal ini kemudian mulai menyulut perlawanan rakyat Maluku, tidak terkecuali rakyat di Nusalaut.
Ayah Martha Christina Tiahahu, Kapitan Paulus Tiahahu ditunjuk sebagai pemimpin perlawanan rakyat di Nusalaut.
Meski usianya sudah tidak muda lagi, namun Kapitan Paulus Tiahahu memiliki pengaruh yang sangat besar di sana.
Ketika menghadiri pertemuan besar di Hutan Saniri pada 14 Mei 1817 untuk mempersiapkan rencana perlawanan terhadap Belanda, Kapitan Paulus Tiahahu datang terlambat.
Keterlambatannya karena ia membujuk putri satu-satunya, Martha Christina Tiahahu untuk tetap berada di rumah.
Namun karena kerasnya pendirian Martha Christina Tiahahu, akhirnya gadis kecil itu tetap kukuh untuk ikut dalam pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan di Hutan Saniri itu, Kapitan Paulus Tiahahu dan Martha Christina Tiahahu bersama semua rakyat yang hadir mengikrarkan sumpah setia bersama-sama, bahwa tidak aka nada penghianatan terhadap perjuangan, dan siapa yang menyeleweng akan dihukum mati di tiang gantungan.
Sumpah yang diucapkan secara khidmat itu memiliki pengaruh sangat besar dalam mengobarkan api perjuangan, khususnya bagi Martha Christina Tiahahu. (2)
Dalam biografi Martha Christina Tiahahu yang ditulis oleh L. J. H. Zacharias (1981), Martha Christina Tiahahu sempat tiga kali meminta izin kepada sang ayah untuk ikut bertempur melawan Belanda, namun selalu ditolak.
Kendati demikian, Martha Christina Tiahahu tetap bersikukuh untuk ikut bertempur.
Martha Christina Tiahahu ikut andil dalam perang Pattimura di daerah Ouw dan Ulath di Pulau Saparua, salah satu peperangan besar di Indonesia yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura.
Dalam peperangan yang menegangkan itu, Martha Christina Tiahahu berhasil membakar semangat pasukan perang perempuan yang dipimpinnya dengan pekikan-pekikan perlawanannya.
Baru dalam peperangan tersebut Belanda berhadapan dengan pasukan perempuan yang begitu fanatik.
Dalam peperangan tersebut, seorang pimpinan pasukan perang Belanda, Richemont berhasil dibunuh oleh pasukan yang dipimpin Martha Christina Tiahahu.
Melihat pimpinannya berhasil dibunuh, Belanda semakin brutal dalam menekan dan menyerang rakyat Maluku.
Di bawah komando Vermeulen Kringer, Belanda melancarkan serangan umum terhadap pasukan rakyat Maluku pada 12 Oktober 1817.
Akibat serangan tersebut, korban mulai berjatuhan dari kedua kubu.
Pasukan rakyat mulai terdesak dan kehabisan peluru sehingga hanya melawan pasukan Belanda dengan lemparan-lemparan batu.
Menyadari hal tersebut, Vermeulen Kringer memberi komando kepada pasukannya untuk keluar dari kubu-kubu dan melancarkan serangan dengan sangkur terhunus.
Pasukan rakyat pun mundur dan bertahan di hutan, seluruh daerah Ullath dan Ouw diratakan dengan tanah, semua dibakar dan dirampok habis oleh pasukan Belanda.
Martha Christina Tiahahu, Kapitan Paulus Tiahahu, serta beberapa tokoh perjuangan lainnya akhirnya berhasil ditangkap oleh Belnda dan dibawa masuk ke kapal Eversten.
Di dalam kapal tersebut, mereka bertemu dengan Kapitan Pattimura dan tawanan lainnya.
Para tawanan itu diinterogasi dan dihukum mati. Namun karena usianya yang masih sangat belia, Martha Christina Tiahahu dibebaskan, tapi tidak dengan sang ayah. (3)
Mendengar kenyataan itu, Martha Christina Tiahahu berusaha untuk membebaskan sang ayah dari hukuman mati tersebut.
Martha Christina Tiahahu bahkan sampai merebahkan dirinya di depan Buyskes, orang yang menginterogasi mereka supaya berkenan membebaskan sang ayah.
Namun usahanya sia-sia, Buyskes tak bergeming sedikitpun dari keputusannya.
Pada 16 Oktober 1817, Martha Christina Tiahahu dan ayahnya dibawa ke Nusalaut dan ditahan di Benteng Beverwijk untuk menunggu eksekusi mati Kapitan Paulus Tiahahu pada 17 November 1817.
Martha Christina Tiahahu menemani sang ayah sampai saat ayahnya memasuki tempat eksekusi. (4)
Meninggalnya sang ayah membuat Martha Christina Tiahahu sangat terpukul. Namun ia tidak ingin berlama-lama tenggelam dalam kesedihan.
Komisaris Jenderal Belanda kemudian menyerahkan Martha Christina Tiahahu kepada sekolahan di Nusalaut supaya gadis tersebut mendapat pendidikan dan pengarahan.
Namun Martha Christina Tiahahu melarikan diri dan kembali mengangkat tombaknya serta bergerilya di hutan-hutan untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda.
Karena perlawanan tersebut, pada Desember 1817 bersama 39 pejuang lainnya Martha Christina Tiahahu kembali ditangkap oleh Belanda dalam Operasi Pembersihan.
Mereka dibawa ke Jawa menggunakan kapal Eversten untuk dipaksa menjadi pekerja di perkebunan kopi.
Dalam perjalanan menuju Pulau Jawa tersebut, Martha Christina Tiahahu kembali melakukan pemberontakan dengan melakukan mogok makan dan menolak semua pemberian Belanda.
Akhirnya Martha Christina Tiahahu pun jatuh sakit. Meski sakit, namun Martha Christina Tiahahu tetap menolak pengobatan yang diberikan oleh Belanda.
Hingga akhirnya, pada 2 Januari 1818, tepat 2 hari sebelum ulangtahunnya yang ke-18, Martha Christina Tiahahu menghembuskan napas terakhir ketika kapal baru sampai di Tanjung Alang, daerah perairan antara Pulau Buru dan Pulau Manippa.
Jenazahnya kemudian dilarung di Laut Banda dengan pernghormatan militer.
Karena perjuangannya ini, Pemerintah Maluku sampai membangun dua buah monumen Martha Tiahahu sebagai penghormatan terhadap sosok pejuang muda yang satu ini.
Monumen tersebut dibangun di daerah Karang Panjang Ambon, menghadap ke Laut Banda dan di tempat kelahiran Martha Christina Tiahahu di Desa Abobu Nusalaut.
Nama Martha Christina Tiahahu kemudian diabadikan sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 20 Mei 1969 setelah diterbitkannya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/1969. (*)
Dorong Hilirisasi Sagu SBT Masuk RKP Pusat, Bupati Fachri Husni Alkatiri Gandeng Gubernur Maluku |
![]() |
---|
Bentrok di Hunuth, Gubernur Maluku Serukan Damai: Jangan Terprovokasi, Katong Jaga Maluku |
![]() |
---|
Rakor Pendapatan Daerah, Gubernur Maluku: PAD Tumbuh, Ruang Fiskal Tercukupi |
![]() |
---|
Hendrik Lewerissa Akui Infrastruktur Jalan dan Jembatan di SBT Semakin Maju |
![]() |
---|
Hendrik Lewerissa Pastikan Hilirisasi Sagu Bakal Beroperasi Tahun 2029 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.