Maluku Terkini

Cegah Rusak Lingkungan dari Tambang Garnet, Pemuda Negeri Haya-Malteng Dituntut 8 Tahun

Husen digiring ke pengadilan atas dugaan tindak pidana pembakaran fasilitas milik PT. Waragonda Minerals Pratama di Negeri Haya.

Penulis: Maula Pelu | Editor: Mesya Marasabessy
Maula Pelu
PT. WARAGONDA MINERALS PRATAMA - Pemuda ini dituntut Jaksa Kejaksaan Negeri Maluku Tengah 8 Tahun Penjara atas dugaan tindak pidana pembakaran fasilitas milik PT. Waragonda Minerals Pratama di Negeri Haya, Maluku Tengah, Maluku. 

Diberitakan sebelumnya, perusahaan yang melakukan penambangan pasir garnet itu dibakar warga pada Minggu (16/2/2025). 

Aksi itu diduga buntut karena pengrusakan sasi adat yang di tempatkan di depan pintu masuk perusahaan pasir garnet itu.

Hal tersebut sebagai diterangkan dalam eksepsi terdakwa melalui penasehat hukumnya. 

Menurut tim penasehat hukum, bahwa terdakwa bukanlah pelaku kriminal, melainkan bagian dari masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” 

Juga Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur bahwa “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia”.

“Insiden pembakaran yang didakwakan kepada Husein merupakan buntut dari ketegangan antara masyarakat adat Negeri Haya dengan perusahaan tambang PT. Waragonda Mineral Pratama. Hal ini dipicu karena pengrusakan simbol sasi adat yang dilakukan oleh pihak PT. Waragonda Mineral Pratama,” tutur penasehat hukum dalam eksepsinya. 

Dijelaskan bahwa pemasangan sasi adat itu dilakukan oleh tua-tua adat, saniri negeri, tokoh agama, tokoh pemuda serta masyarakat Negeri Haya termasuk Terdakwa. 

Pemasangan sasi sebagai bagian dari protes terhadap kerusakan lingkungan yang timbul oleh aktivitas penambangan batu garnet. 

Sebab dinilai berdampak pada abrasi pantai, kerusakan terhadap perkebunan warga, hingga rusaknya tempat pemakaman umum (TPU).

“Bahwa Tindakan pemasangan sasi adat ini merupakan respon langsung masyarakat adat negeri Haya atas kerusakan pesisir pantai di wilayah hukum adat negeri Haya, yang juga telah memberikan dampak lanjutan pada rusaknya kuburan-kuburan di TPU Negeri Haya, tumbangnya pohon-pohon kalapa dan mangrove, serta hilangnya bagian pantai yang masyarakat Haya sebut ‘tanjung Labuang’,” ucap Penasehat Hukum saat membacakan eksepsinya.

“Bahwa laju degradasi lingkungan di wilayah hukum adat negeri Haya ini semakin meningkat Ketika PT Waragonda Mineral Pratama beroprasi mengambil pasir garnet di wilayah pesisir pantai Negeri Haya,” sambung mereka.

Inilah yang menjadi pertimbangan mereka, dan menegaskan bahwa pembela lingkungan seperti terdakwa, seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. 

Dengan merujuk pada Pasal 66 UU Nomor 32 tahun 2009, penasehat hukum tegaskan siapapun yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Hal ini diperkuat oleh ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 tahun 2003 tentang pedoman mengadili perkara lingkungan hidup.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved