TUAL, TRIBUNAMBON.COM - Tokoh pemuda asal Tayando, Kota Tual, Provinsi Maluku, Sahrul Renhoat mengaku Perairan Tayando kerap menjadi lokasi langganan aksi pengeboman ikan.
Hal itu disampaikan pasca beredarnya video aksi heroik sejumlah warga di Desa Tayando yang menggagalkan upaya pengeboman ikan di daerah tersebut.
Menurutnya, para pelaku bahkan tidak pernah benar-benar dihukum, itu yang menyebabkan aksi tak terpuji itu dilakukan berulang kali.
"Hal seperti ini, sudah terlalu sering terjadi di Tayando. Para pelaku tidak jera karena tidak pernah benar-benar dihukum," ungkapnya melalui pesan singkat WhatsApp, Rabu (18/6/2025).
Baca juga: Prevalensi Stunting Maluku Tengah per April 2025 di Angka 4,26 Persen
Untuk itu, Renhoat meminta agar aparat kepolisian segera menangkap pelaku pengeboman ikan
Kata dia, ini saatnya aparat hukum tidak lagi diam.
Tangkap dan proses pelaku sesuai hukum yang berlaku.
Renhoat mengakui pengeboman ikan bukan sekadar tindak kriminal biasa, ini adalah kejahatan ekologis.
"Saat satu bom dilempar ke laut, dampaknya bukan hanya menjatuhkan ikan dewasa, namun terumbu karang yang dibangun selama puluhan hingga ratusan tahun hancur dalam hitungan detik," ucapnya.
Bukan hanya itu, telur dan larva ikan pun musnah, membuat regenerasi ekosistem laut terputus.
Laut yang seharusnya menjadi sumber penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir berubah menjadi ruang kosong yang mati.
"Nelayan kecil pun pada akhirnya menjadi korban, karena mereka kehilangan sumber tangkapan yang selama ini menopang kehidupan mereka," ujarnya.
Baca juga: PLN UIW MMU Gaungkan Aksi Nyata Jaga Lingkungan Lewat Gerakan Zero Waste Warriors
Dirinya menambahkan, penegakan hukum adalah kewajiban negara, bukan sekadar opsi administratif.
"Para pelaku pengeboman ikan harus dijerat pasal 84 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah UU No. 45 Tahun 2009, yang secara tegas menyebutkan setiap orang yang menangkap ikan menggunakan bahan peledak dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda hingga Rp 1,2 miliar," tutur Renhoat.
Selain itu kata Renhoat, amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga memberikan dasar hukum kuat untuk menindak kejahatan terhadap lingkungan.
"Hukum sudah tersedia. Tinggal bagaimana keberanian aparat untuk menegakkan hukum itu. Jangan ada lagi pembiaran," tegasnya.
Dia mengingatkan sebagian pelaku pengeboman ikan berasal dari kalangan masyarakat nelayan yang hidup dalam tekanan ekonomi.