Maluku Terkini

Lindungi Hak dan Ruang Hidup, Masyarakat Rumpun Alar Aru Sepakat Lakukan Pemetaan Wilayah

Pemetaan itu dimuali dari pertemuan masyarakat adat rumpun Walar, yang dihadiri para tokoh adat, kepala desa, dan organisasi masyarakat sipil.

Istimewa
MASYARAKAT ADAT ARU : pertemuan yang dihadiri para tokoh adat, kepala desa, dan organisasi masyarakat sipil, untuk melakukan pemetaan Wilayah Adat 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Megarivera Renyaan

LANGGUR, TRIBUNAMBON.COM - Melindungi sumber daya alam dari ancaman eksploitasi besar-besaran, Camat Aru Utara Timur Mika Ganobal menginisiasi pemetaan wilayah adat.

Pemetaan itu dimuali dari pertemuan masyarakat adat rumpun Walar, yang dihadiri para tokoh adat, kepala desa, dan organisasi masyarakat sipil.

Diketahui, Rumpun Alar terdiri dari tujuh komunitas adat, yakni Batuley, Kabalsiang, Benjuring, Sewer, Kumul, Waria, dan Jursiang mereka mempunyai kekayaan yang mempuni baik di darat maupun di laut. 

Kekayaan alam yang mereka miliki merupakan penopang hidup selama ini.

Baca juga: Dishub Malteng Harap PT. Dharma Indah Koordinasi Kapal Feri Pengganti Tulehu-Masohi 

Mika menegaskan, pemetaan bukan untuk memisahkan diri dari masyarakat adat lain, tetapi demi melindungi hak dan ruang hidup yang telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.

"Apa yang kita lakukan saat ini semata-mata untuk keberlangsungan hidup anak cucu kita," ujarnya, Selasa (12/8/2025).

Menurutnya, jangan tinggalkan air mata untuk anak cucu tapi sebaliknya tinggalkan mata air.

Upaya ini mendapat dukungan dari empat organisasi masyarakat sipil yakni Forest Watch Indonesia (FWI), Sajogyo Institute (SAINS), Rekam Nusantara, dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP).

Sementara, Direktur Eksekutif SAINS Maksum Syam, memuji kekuatan solidaritas antar marga dan desa di Rumpun Alar.

“Modal sosial ini yang akan menentukan keberhasilan. Pertemuan ini menunjukkan kesepahaman pentingnya menjaga kedaulatan atas ruang hidup mereka,” ungkapnya.

Sedangkan, perwakilan JKPP, Diyantoro, menekankan perlunya pendokumentasian tata ruang darat dan laut yang telah lama dijalankan masyarakat adat.

“Praktik penataan ruang ini harus dipetakan agar menjadi pegangan generasi penerus,” jelasnya.Direktur Eksekutif FWI

Disisi lain, Mufti Barri, mengingatkan bahwa Kepulauan Aru telah mengalami empat gelombang ancaman eksploitasi sumber daya alam. Mulai dari eksploitasi era Orde Baru, rencana pembukaan hutan oleh sejumlah grup korporasi pada 2010–2015, peternakan sapi skala besar pada 2020, hingga rencana operasi PBPH Wana Sejahtera Abadi dan perdagangan karbon oleh Melchor Group pada 2022.

Baca juga: Ibu Kandung Wakil Bupati SBT Siti Masita Sandia Lolos dari Pemecatan Meski Tak Aktif Bertugas

“Pemetaan wilayah adat harus segera dilakukan sebelum izin-izin baru hadir dan merusak hutan, pulau, serta laut Aru,” tegasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved