Maluku Tenggara
PERMAVA Tolak Keras Tambang Batu Kapur di Pulau Kei Besar: Tanah Leluhur Bukan Komoditas
Gelombang penolakan terhadap ancaman tambang batu kapur di Pulau Kei Besar kini semakin kuat.
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Mesya Marasabessy
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Gelombang penolakan terhadap ancaman tambang batu kapur di Pulau Kei Besar kini semakin kuat.
Persatuan Mahasiswa Evav (PERMAVA) secara tegas menyatakan sikap menolak rencana aktivitas PT Batulicin Beton Asphalt (BBA) di Desa Nerong dan Desa Mataholat, Kabupaten Maluku Tenggara.
Pernyataan ini sekaligus menjadi injeksi semangat bagi kampanye #SaveKeiBesar yang masif bergema di berbagai platform media sosial.
Ketua Umum PERMAVA, David A. Koanyanan, tak menyembunyikan kekhawatirannya.
Dengan nada tajam, ia menyoroti rencana penambangan seluas 90 hektar yang berpotensi meluas hingga 500 hektar.
Hal itu menurutnya akan menjadi malapetaka bagi kelestarian ekosistem pulau.
"Ini bukan sekadar proyek, ini adalah ancaman serius terhadap paru-paru Kei Besar," cetus David, Senin (9/6/2025).
Baca juga: Pemkot Tual Terima Bantuan Pangan Murah, Darnawati Harap Bisa Kendalikan Harga
Baca juga: PLN UP3 Ambon Gerak Cepat Pulihkan Listrik Akibat Pohon Tumbang
David juga mempertanyakan dasar legalitas rencana tambang ini, terutama dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih buram.
"Jika wilayah pertambangan berada di luar zona yang diperuntukkan untuk kegiatan tambang, maka operasinya bisa dikategorikan ilegal dan bertentangan dengan Undang-Undang Penataan Ruang serta regulasi Minerba. Ini harus jelas!" tegasnya, menuntut transparansi penuh dari pihak berwenang dan perusahaan.
PERMAVA tidak berhenti pada penolakan semata. Mereka mendesak pemerintah daerah maupun pusat untuk segera mengevaluasi izin pertambangan batuan nonlogam yang dikantongi PT BBA.
Pertanyaan besar mengenai keabsahan dokumen krusial seperti Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dua syarat mutlak untuk aktivitas tambang yang luasnya melebihi 25 hektar.
"Apakah dokumen-dokumen ini benar-benar valid? Atau hanya formalitas tanpa substansi?" tanya David.
Lebih lanjut, David Koanyanan juga menekankan pentingnya penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) oleh setiap entitas usaha yang berambisi beroperasi di wilayah adat.
"Kami mendesak PT. BBA untuk membuka secara transparan seluruh dokumen perizinan, menyampaikan rencana kerja secara terbuka kepada masyarakat, serta memastikan bahwa aktivitasnya tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan. Ini bukan hanya tentang bisnis, ini tentang keberlanjutan hidup," serunya.
Tumpukan Sampah di Depan Stadion Marren Maluku Tenggara Semakin Panjang |
![]() |
---|
Koperasi Merah Putih Ohoi Hako Maluku Tenggara Resmi Kantongi Legalitas |
![]() |
---|
Hujan Deras, Jalan Taverseran di Maluku Tenggara Berubah jadi Kolam Mini |
![]() |
---|
Tumpukan Sampah Meluber di Pasar Langgur Malra, Warga Sebut 5 Hari Tak Diangkut |
![]() |
---|
Ini Penyebab Kasus Penyakit Diare di Maluku Tenggara Terus Meningkat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.