Pakar Hukum Nilai Tak Masalah Murad Ismail Tak Hadiri Rapat Paripurna di DPRD Maluku, Ini Alasannya

Menurut Nasaruddin Umar, ketidakhadiran Murad Ismail dalam rapat paripurna LPJ APBD Maluku tak masalah.

Sumber; Nasaruddin Umar
Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara IAIN Ambon, Nasaruddin Umar 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Ketidakhadiran Gubernur Maluku, Murad Ismail dalam rapat paripurna penyampaian rancangan peraturan daerah tentang Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pelaksanaan APBD Provinsi Maluku Tahun anggaran 2022 tuai protes dari sejumlah anggota DPRD Maluku.

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara IAIN Ambon, Nasaruddin Umar mengatakan kondisi tersebut secara hukum tidak bermasalah karena sebagai seorang gubernur itu memiliki kesibukan yang tidak sedikit.

Tugas dan tanggungjawab selaku gubernur amat sangat berat, lantaran gubernur dalam sistem pemerintahan memiliki dua kedudukan pemerintahan secara bersamaan yaitu gubernur selaku kepala daerah dan gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah.

“Sehingga ketidakhadiran gubernur dalam sidang paripurna DPRD Maluku yang merupakan hal yang biasa dan lazim dan tidak perlu dipermasalahkan,” kata Nasaruddin kepada TribunAmbon.com, Rabu (5/7/2023).

Baca juga: Fraksi Golkar Ungkap Sejumlah Pelanggaran Gubernur Maluku Murad Ismail, Dana SMI hingga Rumdis

Baca juga: Richard Rahakbauw Sebut Dana Pinjaman SMI 700 Miliar Masuk Ke Kantong Dinas PUPR Maluku

Dijelaskan, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, gubernur setiap saat harus selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat bahkan harus ke Jakarta setiap saat jika dipanggil oleh Presiden maupun Menteri dalam fungsi-fungsi pemerintahan.

Sementara itu, dalam kedudukannya sebagai kepala daerah, gubernur memiliki kedudukan yang sejajar dengan DPRD provinsi. Maka dalam konteks itu, harus dipahami bahwa gubernur bukanlah sub ordinasi kekuasaan dari lembaga DPRD.

Artinya, tidak berada dibawah kekuasaan dan tidak bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi mitra sejajar dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan daerah.

“Hal ini dapat dilihat dalam kewenangan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) merupakan kewenangan bersama, hal ini diatur dalam Pasal 241 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah (UU Pemda)bahwa, Pembahasan rancangan Perda dilakukan oleh DPRD bersama kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama,” terangnya.

Menurutnya, ketentuan tersebut secara expresib verbis sangat jelas pembahasan Perda adalah kewenangan bersama.

Maka, tidak diatur mekanisme diterima atau ditolak, yang ada adalah mendapat persetujuan bersama seperti yang diatur dalam Pasal 242 ayat (1) UU Pemda bahwa rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.

“Karena itu dalam konteks sidang paripurna DPRD kemarin adalah sidang paripurna DPRD penyerahan rancangan Perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2022 telah diatur mekanismenya hanya dua dibahas dan disetujui bersama. Hal ini ditegaskan dalam pasal 320 ayat (1) UU Pemda bahwa Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya ayat (4) Rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas kepala daerah bersama DPRD untuk mendapat persetujuan bersama. Maka tidak ada mekanisme pertanggungjawaban yang sifat seperti forum peradilan bersalah dan tidak bersalah apalagi di tolak dan tidak ditolak,” tandasnya.

Lanjutnya, secara hukum adminstrasi telah diatur pemberian kewenangan yang bersifat mandat dimana pejabat atau badan pemerintahan dapat memberikan kewenangan kepada bawahannya Pasal 14 ayat (3) UU 23 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa Badan dan/atau Pejabat pemerintahan dapat memberikan Mandat kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain yang menjadi bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Selain itu, dalam PP Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal ayat (1) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Pada Pasal 4 ayat (3) ditegaskan dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggarat:, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada Pejabat Perangkat Daerah.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved