Bentrok di Pulau Haruku
Pemerintah Disebut Picu Bentrok Baru Karena Tidak Selesaikan Akar Persoalan di Pulau Haruku
Akar persoalan konflik di Pulau Haruku belum diselesaikan pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi.
TRIBUNAMBON.COM - Masyarakat Negeri (Desa) Pelauw Kecamatan Pulau Haruku menilai pemulangan pengungsi Kariu ke kampung halaman tidak menyelesaikan masalah.
Malah, negara dianggap memicu bentrok baru.
Hal itu diungkapkan Deri Talaouhu menyikapi pemulangan pengungsi ke Kariu, Senin (19/12/2022) yang disusul aksi penolakan warga Pelauw.
Menurutnya dalam rilis yang diterima TribunAmbon.com, Rabu (21/12/2022) siang, akar persoalan konflik belum diselesaikan pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi.
Namun pemerintah sudah mengambil kebijakan untuk memulangkan ribuan pengungsi itu.
“Namun pemulangan yang sifatnya memaksa ini tanpa menyelesaikan persoalan pada masyarakat level bawa. Akhirnya, hal yang kita tidak inginkan bersama terjadi, penolakan masyarakat Negeri Pelauw dan Ori terhadap kedatangan warga Kariu pun tak terhindarkan,” kata Deri dalam rilis yang diterima, Rabu.
Dijelaskan, sejak awal masyarakat Negeri Pelauw sadar telah menerima kesepakatan damai yang dilakukan oleh Pemerintah Negeri Pelauw dengan Pemerintah Negeri Kariu pada tanggal 14 November 2022.
Baca juga: Negeri Kailolo Dukung Kepulangan Warga Kariu: Mari Berdamai dan Saling Memaafkan
Baca juga: Gubernur Maluku No Komen Pemulangan Pengungsi Kariuw
Namun menjadi persoalan adalah naskah perdamaian yang juga ditandatangani Bupati Maluku Tengah, Sekda Maluku bersama Pangdan XVI Pattimura dan Kapolda Maluku itu belum terealisasi.
“Masyarakat negeri pelauw menginginkan agar segalah tuntutan yang telah menjadi syarat perdamaian harus direalisasikan oleh negara (Pemerintah Daerah) sebelum Negara melakukan pemulangan warga Kariu. Bagaimana kita bicara perdamaian sedangkan perdamaian yang dilakukan tanpa menyelesaikan akar permasalahan,” jelasnya.
Kebijakan pemerintah itu pun disebut adalah tindakan yang terkesan menciptakan konflik baru.
“Masyarakat Negeri Pelauw menginginkan damai yang bukan karena paksaan tapi harus betul lahir dari hati masyarakat yang bertikai, bukan paksaan dari level atas karena sejatinya yang masyarakat Negeri Pelauw inginkan damai yang abadi, hidup berdampingan sesama orang basudara, lain sayang laeng dengan warga Kariu,” imbunya.
Berikut point tuntutan dalam kesepakatan damai tersebut;
- Bahwa Pemerintah Negeri Kariu harus membuat pernyataan untuk tidak lagi beraktivitas dan atau melakukan kegiatan dalam bentuk apapun pada wilayah tanah Uwarual.
- Bahwa dalam hal penghilangan dan pengrusakan batu pada situs keramat asari mahua, maka Pemerintah dan masyarakat Negeri Kariu harus meminta maaf kepada seluruh masyarakat Pelauw secara terbuka melalui forum resmi dan media cetak maupun eletronik.
- Bahwa negara harus segera menggantikan seluruh kerugian masyarakat Negeri Pelauw akibat konflik, yakni terkait penebangan 6000 pohon cengkih dan pala, rusaknya kebun dan rumah kebun serta hewan ternak.
- Bahwa Negara segera mengusut tuntas pelaku penembakan warga Negeri Pelauw baik pada saat konflik maupun setelah konflik di wilayah Dusun Nama’a, termasuk memproses oknum polisi warga Kairu AIPDA Stefian Leatomu yang saat konflik bertugas di Polsek Pulau Haruku dan sekarang sudah dipindahkan Polda Maluku, karena dialah biang kerok dan otak propokator dibalik terjadinya konflik.
“Apabila Negara telah menyelesaikan seluruh point tuntutan pada naskah perdamaian yang telah di tanda tangani bersama, maka kami masyarakat Negeri Pelauw menjamin akan menjemput warga Kariu untuk kembali tanpa mengharapkan campur tangan negara. Namun, jika belum terealisasikan maka kami mohon dengan sangat agar Negara jangan gegabah mengambil langkah memulangkan warga Kariu. Untuk basudara warga Kariu kami ingatkan untuk jangan ceroboh mengambil sikap untuk kembali sebelum negara merealisasikan seluruh syarat perdamaian yang telah disepakati bersama,” tandasnya. (*)