Malteng Hari Ini
Situs Adat Terancam, Mahasiswa di Pulau Banda Maluku Tengah Demo Tolak Pembangunan Cold storage
Aksi ini dipicu oleh kekhawatiran mendalam terhadap proyek pembangunan klostor yang dinilai mengancam eksistensi situs-situs
Penulis: Ummi Dalila Temarwut | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com Ummi Dalila Temarwut
BANDA, TRIBUNAMBON.COM - Aliansi Mahasiswa Banda Neira menyuarakan penolakan proyek pembangunan Cold storage di kawasan Desa Nusantara, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah.
Penolakan itu diutarakan dalam unjuk rasa yang berlangsung tak jauh dari lokasi proyek, Jum'at (19/9/2025).
Sejumlah poster berisikan tuntutan dibawa serta puluhan mahasiswa itu.
Tampak sejumlah aparat mengawal jalannya aksi.
Warga setempat juga ikut menyaksikan sembari merekam momentum itu menggunakan kamera handphone.
Kepada TribunAmbon.com, Ramadhan Lamasano menjelaskan, aksi ini dipicu kekhawatiran akan keberadaan situs-situs adat di Desa Nusantara yang terancam rusak, bahkan hilang dampak pembangunan proyek.
Baca juga: Ribuan Calon PPPK Terancam Gagal, DPRD SBT Minta Perpanjangan Waktu Pemberkasan
Baca juga: Dr. Lies Marantika Harap Warga Mampu Organisir Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
Lokasi pembangunan diketahui berada di kawasan pesisir yang selama ini dianggap sebagai tanah keramat oleh empat komunitas adat besar di wilayah itu, yakni:
- Adat Namasawar (Desa Nusantara, Desa Merdeka, Desa Rajawali)
- Adat Ratu (Desa Dwiwarna)
- Adat Sairun (Desa Pulau Ay, Desa Pulau Rhun)
- Adat Salamon (Desa Salamon)
Situs keramat tersebut selama ini digunakan untuk ritual adat, upacara keagamaan, dan pendidikan spiritual yang diwariskan secara turun-temurun.
“Hentikan proyek ini karena merusak dan menghancurkan tanah adat,” tegas Ramadhan, Jum'at (19/9/2025).
Selain menyuarakan penghentian proyek, mahasiswa juga mengkritisi kurangnya transparansi dan partisipasi masyarakat adat dalam pengambilan keputusan termait pembangunan.
Mereka menilai bahwa keputusan pembangunan yang diinisiasi oleh mantan Bupati Abdulah Tuasikal, mengabaikan suara rakyat dan memperlihatkan ketidakpekaan terhadap warisan budaya setempat.
Meski demikian, mahasiswa menegaskan bahwa gerakan mereka bukan anti-pembangunan, melainkan menuntut pembangunan yang berkelanjutan dan menghormati kearifan lokal.
Adapun tiga tuntutan utama mahasiswa:
- Menghentikan pembangunan proyek klostor di atas tanah keramat.
- Menuntut pembangunan yang selaras dengan pelestarian budaya dan lingkungan.
- Menggugat proses pembangunan yang buta sejarah dan minim partisipasi warga adat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.