Malteng Hari Ini

Cerita Orang Tua Siswa Sekolah Rakyat di Malteng: Tak Punya Seragam Anak Saya Pilih Putus Sekolah

‎Sumiati datang melepas anaknya saat momen pembukaan Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan Pemeriksaan Kesehatan siswa di Masohi

|
TribunAmbon.com/ Silmi Suailo
SUMIATI - Salah satu orang tua siswa Sekolah Rakyat di Maluku Tengah, Sumiati saat diwawancarai, Senin (6/10/2025) 

‎Laporan Jurnalis Tribun Ambon.com, Silmi Sirati Suailo 

‎MASOHI, TRIBUNAMBON.COM - Satu cerita menyayat nurani datang dari Sumiati (33), salah satu orang tua siswa Sekolah Rakyat Terintegrasi 73 Maluku Tengah.

‎Sumiati datang melepas anaknya saat momen pembukaan Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan Pemeriksaan Kesehatan siswa di Masohi, Senin (6/10/2025).

‎Sumiati bercerita, saat anaknya hendak masuk ke jenjang SMP, sang anak tak punya pakaian seragam sekolah. Alhasil, anaknya lebih memilih putus sekolah. 

‎Ibu dari tujuh anak itu berdomisili di Dusun Amdua, Negeri Sepa, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.

‎Mama Sumiati (37), mengisahkan anaknya terlambat sekolah, bahkan tidak lagi berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan.

‎"Jadi anak saya tidak masuk sekolah SMP karena tidak ada baju sekolah SMP, jadi dia tidak mau masuk sekolah lagi. Anak saya malu hati (canggung) dengan teman-teman seusianya," jelas Sumiati. 

Baca juga: Anak Muda Bergerak, AMGPM Eklesya Manusela Beri Penegasan Urgensi Sasi Tanah

Baca juga: Cegah Perampasan Ruang Hidup, Masyarakat Pegunungan Serut Memasang Sasi Tanah Adat

‎Kemudian dirinya menerima informasi dari Pendamping PKH untuk Sekolah Rakyat

‎"Saya tanya apa ada baju sekolah atau tidak. Karena tersedia baju sekolah, anak saya akhirnya mau bersekolah kembali," ulasnya.

‎Sebenarnya, lanjut Sumiati, ia sudah membelikan anaknya sepasang baju sekolah. "Tapi anak kami yang sudah tidak mau sekolah lagi," akui dia.

‎Sekolah SMP jaraknya dekat dengan rumah keluarga Sumiati, hanya berjarak beberapa meter dari samping rumah.

‎"Tapi anak kami bersikukuh untuk ikut Sekolah Rakyat tentu atas informasi dari pendamping PKH. Kami sebagai orang tua mendukung, dan kami juga senang, di Sekolah Rakyat bisa mengaji dan juga Shalat," tuturnya.

‎Kalau sekolah di kampung, Sumiati membeberkan bahwa anak-anak nakal, tidak sopan, tidak pernah dengar-dengaran bahkan oleh perkataan guru.

‎"Ada anak yang pecah kaca sekolah, tapi nama anak saya yang tercoreng, kebetulan rumah sangat berdekatan di samping sekolah. Kalau pagar sekolah terbuka kami yang jadi sasaran, pagar sekolah roboh mereka salahkan kami yang ada di samping sekolah. Lampu sekolah hilang, pasti warga Amdua yang disalahkan," cerita Sumiati.

‎Diketahui, Sumiati dan suaminya kerja serabutan, Sumiati bertugas menjajakan dagangan di pasar juga bertani.

‎Sementara suaminya, seorang tukang yag juga aktifitas lainnya bertani.

‎"Saya dan suami aktifitas keseharian petani, suami saya juga tukang. Selain itu, saya sehari-hari jualan sayur, ada sayur daun singkong, rebung, gepe dan lainnya," tandasnya.

‎Melalui program Sekolah Rakyat, Sumiati menyampaikan terimakasih untuk Presiden. 

‎"Saya berdoa semoga anak saya sukses," harap Sumiati. (*)

Sumber: Tribun Ambon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved