Maluku Terkini

Cegah Perampasan Ruang Hidup, Masyarakat Pegunungan Serut Memasang Sasi Tanah Adat

‎Tugu Sasi Tanah Adat dipasang oleh Pemuka Agama dan Tetua dari Lembaga Adat Negeri Manusela dan Maraina

istimewa
SASI TANAH - Momen pemasangan tugu Sasi Tanah Adat di Negeri Manusela, (30/9/2025). 

Laporan Jurnalis TribunAmbon.com, Silmi Sirati Suailo 

‎MASOHI,TRIBUNAMBON.COM - Untuk mencegah perampasan ruang hidup, Masyarakat Pegunungan Seram Utara memasang Sasi Tanah Adat.

‎Tugu Sasi Tanah Adat dipasang oleh Pemuka Agama dan Tetua dari Lembaga Adat Negeri Manusela dan Maraina di Halaman Gereja Maranatha Manusela 30 September 2025 lalu, disaksikan oleh masyarakat kedua Negeri tersebut. 

Baca juga: Dugaan Korupsi Proyek Rp 36,7 M Jalan Lingkar Pulau Wokam, Kejati Diminta Periksa Bupati Aru

Baca juga: BPS Sebut Angka Kemiskinan di Kota Ambon Turun Menjadi 4,34 Persen

‎Sebelumnya, telah dilaksanakan ritual Sumpah Sasi Tanah Adat pada 2015 silam, dan sebagai pengingat maka dipasanglah tugu Sasi Tanah yang memuat sumpah 18 Raja dan 3 Kepala Dusun di Wilayah Seram Utara, Maluku Tengah.

‎Demikian keterangan Ketua Cabang AMGPM Cabang Eklesia, James Eyale, saat diwawancarai TribunAmbon.com, Senin (6/10/2025).

‎Diceritakan, ritual sumpah adat terlaksana pada 23 November 2015 disaksikan oleh 18 Raja, 3 Kepala Dusun, Pengurus Besar AMGPM, Pengurus Daerah AMGPM, Pengurus Cabang AMGPM, dan seluruh Masyarkat Maraina dan Manusela.

‎Sumpah dilakukan di Lapangan Negeri Manusela oleh Pengurus Besar AMGPM, bahkan diikuti oleh Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN) dan Beta Maluku Melanesia (BAM). 

‎Peresmian tugu sebagai tanda atau bukti administratif bahwa telah dilakukan sumpah adat dan akan dijadikan pengingat. 

‎"Kita sudah berkomitmen lewat Sumpah Adat itu bahwa kemarin tepatnya tanggal 30 September adalah sejarah yang nanti dikenang bahkan dimaknai bahwa tidak ada lagi yg namanya transaksi jual beli tanah," tegas 

‎Makna dari Sumpah Adat adalah menjamin kelangsungan masyarakat adat, dan menjaga ruang hidup masyarakat adat.

‎"Seandainya saja investor yang masuk ataupun ada transaksi jual beli tanah itu yang jadi tameng bahwa tidak akan lagi dilakukan penjualan tanah karena sudah ada Sumpah Adat  dan ada konsekuensi secara adat," tukas James.

‎Kalaupun ada yg melanggar, itu menjadi resiko karena  konsekuensinya sangat berat. 

‎James menyebut, Negeri-Negeri yang masuk dalam Sasi Tanah Adat diantaranya, Huaulu, Kanikeh, Roho, Kaloa, Elemata, Manusela, Hatuolo, Maneo, Kabohari, Siatele, Pasahari, Wahai, Dusun Silia, Seti, Dusun Melenani, Dusun Selumena, Rumasokat, Rumaolat.

‎"Meraka ini juga turut dihadirkan menyaksikan sumpah di tahun 2015 maka secara otomatis mereka juga terlibat," jelasnya.

‎James menjelaskan, pemasangan Sasi Adat di Manusela itu adalah gagasan dari Angkatan Muda GPM, atas koordinasi dari Pengurus Besar AMGPM hingga Pengurus Cabang. 

‎"Ini bersifat menjaga, karena pada saat itu terdapat isu terkait kehancuran Pulau Seram. Bertolak dari isu itu AMGPM berkomitmen bersama masyarakat adat lakukan sumpah adat untuk menjaga sekaligus melindungi tanah adat yang dimiliki oleh masyarakat adat," tandas James.

James menekankan, ‎pada prinsipnya tanah tidak berkembang, tanah bersifat statis. Sedangkan yang berkembang ialah insan atau manusia.

‎"Inti Sumpah Adat atau Sasi Tanah ini adalah menjaga dan agar supaya masyarakat dari Huaulu sampai di Maneo atau dari 'Sekelima' dan 'Posusu'  tidak ada yang melakukan transaksi jual beli tanah," cetusnya.

‎Sehingga tanah akan tetap seperti itu tapi jumlah jiwa yang bertambah sehingga menjaga hal itu, agar supaya tanah tetap utuh maka dilakukan sumpah adat. (*)


Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved