Maluku Terkini
Cegah Rusak Lingkungan dari Tambang Garnet, Pemuda Negeri Haya-Malteng Dituntut 8 Tahun
Husen digiring ke pengadilan atas dugaan tindak pidana pembakaran fasilitas milik PT. Waragonda Minerals Pratama di Negeri Haya.
Penulis: Maula Pelu | Editor: Mesya Marasabessy
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Maula M Pelu
AMBON, TRIBUNAMBON.COM- Terdakwa Husain Mahulauw alias Husen, seorang warga Negeri Haya, yang disoroti banyak pihak sebagai pejuang lingkungan, dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Maluku Tengah (Malteng).
Husen digiring ke pengadilan atas dugaan tindak pidana pembakaran fasilitas milik PT. Waragonda Minerals Pratama di Negeri Haya, Maluku Tengah, Maluku.
Dengan pasal dakwaan di pengadilan yang disangkakan Jaksa yakni, Pasal 187 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana atau kedua melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHPidana.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Muda, Rian Joze Lopulalan, sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (30/9/2025).
Baca juga: Akankah Kapolres Buru Diperiksa? Ini Tanggapan Kabid Humas Soal Kasus Sianida
Dalam surat tuntutan, dirinya katakan bahwa terdakwa Husen, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Secara bersama-sama dengan sengaja menimbulkan kebakaran yang mendatangkan bahaya umum bagi barang".
Perbuatan sebagaimana dalam dakwaan pertama penuntut umum melanggar Pasal 187 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP.
“Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Husain Mahulauw Alias Husen dengan pidana penjara selama 8 Tahun dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan terdakwa sementara, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” ucap JPU.
Tuntutan 8 tahun ini kata Jaksa dengan mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan hal yang meringankan.
“Sebelum kami sampaikan pada tuntutan pidana atas diri terdakwa, perkenankanlah kami mengemukakan hal-hal yang kami jadikan pertimbangan mengajukan tuntutan pidana,”
Baca juga: Ditegur Dirikan Bangunan Tanpa Izin, Warga di Kawasan Teluk Ambon Adu Mulut dengan Petugas
Hal-hal yang memberatkan:
1. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.
2. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian materil yang besar bagi perusahaan serta berdampak diberhentikannya sebagian besar karyawan PT. Waragonda Mineral Pratama.
3. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.
Sementara hal-hal yang meringankan:
1. Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya;
Jaksa Penuntut Umum juga meminta agar Hakim dapat menetapkan barang bukti berupa :
1. Satu lembar spandek dengan ukuran 80cm x 200 cm sudah terbakar.
2. Satu potong kayu sudah terbakar.
3. Satu rangka springbed sudah terbakar.
4. Satu rangka kulkas sudah terbakar.
5. Satu unit alat berat excavator merek komatsu warna kuning.
6. Satu unit alat berat loader merk longking warna kuning.
7. Satu unit alat berat mobile creane merk escorts warna kuning.
8. Satu unit alat berat forklift merk songking warna merah.
9. Satu unit sepeda motor trail honda crf 150 warna hitam.
10. Satu unit mobil mitsubishi fuso warna orange.
11. Satu unit mesin cuci merk sharp.
12. Satu unit ac outdoor merk tcl.
13. Satu unit rang sepeda exersice.
14. Satu unit rangka kompor gas merk Rinnai.
15. Satu unit rangka timbangan.
16. Satu unit piringan CD-R plus yang di dalamnya terdapat video rekaman CCTV.
17. Satu unit mobil kijang super (7,k) warna orange dipergunakan dalam perkara Satria Ardi Tuahan alias Ardi.
Usai membacakan surat tuntutan, Sidang kemudian ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembelaan oleh terdakwa didampingi Penasehat Hukum.
Diberitakan sebelumnya, perusahaan yang melakukan penambangan pasir garnet itu dibakar warga pada Minggu (16/2/2025).
Aksi itu diduga buntut karena pengrusakan sasi adat yang di tempatkan di depan pintu masuk perusahaan pasir garnet itu.
Hal tersebut sebagai diterangkan dalam eksepsi terdakwa melalui penasehat hukumnya.
Menurut tim penasehat hukum, bahwa terdakwa bukanlah pelaku kriminal, melainkan bagian dari masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Juga Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur bahwa “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia”.
“Insiden pembakaran yang didakwakan kepada Husein merupakan buntut dari ketegangan antara masyarakat adat Negeri Haya dengan perusahaan tambang PT. Waragonda Mineral Pratama. Hal ini dipicu karena pengrusakan simbol sasi adat yang dilakukan oleh pihak PT. Waragonda Mineral Pratama,” tutur penasehat hukum dalam eksepsinya.
Dijelaskan bahwa pemasangan sasi adat itu dilakukan oleh tua-tua adat, saniri negeri, tokoh agama, tokoh pemuda serta masyarakat Negeri Haya termasuk Terdakwa.
Pemasangan sasi sebagai bagian dari protes terhadap kerusakan lingkungan yang timbul oleh aktivitas penambangan batu garnet.
Sebab dinilai berdampak pada abrasi pantai, kerusakan terhadap perkebunan warga, hingga rusaknya tempat pemakaman umum (TPU).
“Bahwa Tindakan pemasangan sasi adat ini merupakan respon langsung masyarakat adat negeri Haya atas kerusakan pesisir pantai di wilayah hukum adat negeri Haya, yang juga telah memberikan dampak lanjutan pada rusaknya kuburan-kuburan di TPU Negeri Haya, tumbangnya pohon-pohon kalapa dan mangrove, serta hilangnya bagian pantai yang masyarakat Haya sebut ‘tanjung Labuang’,” ucap Penasehat Hukum saat membacakan eksepsinya.
“Bahwa laju degradasi lingkungan di wilayah hukum adat negeri Haya ini semakin meningkat Ketika PT Waragonda Mineral Pratama beroprasi mengambil pasir garnet di wilayah pesisir pantai Negeri Haya,” sambung mereka.
Inilah yang menjadi pertimbangan mereka, dan menegaskan bahwa pembela lingkungan seperti terdakwa, seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.
Dengan merujuk pada Pasal 66 UU Nomor 32 tahun 2009, penasehat hukum tegaskan siapapun yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Hal ini diperkuat oleh ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 tahun 2003 tentang pedoman mengadili perkara lingkungan hidup.
“Klien kami ialah bagian dari komunitas yang menjaga tanah leluhur, bukan penjahat lingkungan. Oleh karena itu, kami memohon kepada Majelis Hakim untuk mempertimbangkan hal ini dalam amar putusan nantinya, bahwa terdakwa sebagai pejuang lingkungan harus dibebaskan,” tutur Pengacara Fadli Pane, kepada TribunAmbon.com, usai persidangan.
Diketahui, perkara ini Husain Mahulauw alias Husen diproses dengan Terdakwa Satria Ardi Tuahan dalam berkas perkara secara terpisah.
Kasus ini menjadi sorotan luas, tak hanya soal nilai kerugiannya, tetapi juga menyentuh isu hak adat, kelestarian lingkungan, dan ruang gerak pejuang lingkungan.
Seperti marak yang diperbincangkan secara nasional.
Sidang lanjut akan menjadi penentu penting. Bagaimana hukum itu akan berpihak. (*)
| Lawan Aturan Menteri? Polisi Tidur Tiga Baris Picu Amarah Publik, Danrindam XV Dinilai Otoriter |
|
|---|
| BPKP Maluku Resmi Dinakhodai Bagus Putu Santika, Ganti Harsono |
|
|---|
| Dugaan Korupsi Pengadaan Pakaian Seragam Bank Pemerintah Rp. 17 Miliar, Nadjib Bachmid Diperiksa |
|
|---|
| Silas dan Imelda Bantah Dugaan TPPO, Kondisi R di Bali Ditegaskan Baik-Baik Saja |
|
|---|
| Hadiri Sidang Ke-39 Sinode GPM, Kapolda: Gereja Pemersatu dan Pembawa Nilai Kasih di Tanah Maluku |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.