Temuan B3
Sianida Diduga Jadi Ladang Pemerasan Komplotan Polisi di Maluku: Habis Tangkap Bebas
Bripka Erik Risakota, anggota Polres Maluku Barat Daya (MBD) itu disebut sebagai dalang pembongkaran paksa bangunan ruko itu.
Penulis: Maula Pelu | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Maula M Pelu
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Penggerebekan ruko berisi puluhan karton sianida berbuntut panjang, Kamis (25/9/2025).
Hj. Suhartini selaku penyewa ruko di kawasan Mardika itu tampak geram.
Kepada TribunAmbon.com, Suhartini menegaskan, penggerebekan itu adalah bagian dari modus pemerasan yang kerap dilakukan aparat kepolisian.
Dasarannya, penggerebekan hingga penangkapan sudah berulang terjadi saat distribusi namun selesai dengan "86" atau diselesaikan dengan membayar sejumlah uang.
Terlebih pemesan bahan berbahaya dan beracun (B3) itu adalah oknum anggota polisi.
Bripka Erik Risakotta, anggota Polres Maluku Barat Daya (MBD) itu diyakininya sebagai dalang penggerebekan.
Bripka Erik Risakotta, adalah si pemesan bahan berbahaya dan beracun (B3) itu.
Diceritakan, bahwa kisah bermula dari Januari 2025, ketika satu paket barang berisi sianida dikirimkan dari Surabaya menuju Ambon dengan tujuan Namlea.
Barang tersebut dipesan oleh Bripka Erik Risakota, anggota Polres Maluku Barat Daya (MBD).
Namun, alih-alih ditindak secara hukum, justru penyelesaian perkara secara ilegal.
“Sudah di 86kan. Mereka sudah 86 sejak Januari. Itu barang yang minta itu Bripka Erik Risakota. Dia juga yang suruh tangkap. Tapi belakang baru kita tau, dia yang suruh tangkap. Tapi dia bilang, alasannya dari Krimsus (Kriminal Khusus) yang suruh tangkap,” tutur Suhartini.
Setelah penangkapan dilakukan, Erik diduga langsung meminta uang sebesar Ro. 100 juta, sebagai uang damai.
Permintaan tak sampai disitu, pemilik barang melalui Suhartini dipaksa membayar hingga Rp. 500 juta agar barang dilepas dan kasus dianggap selesai.
Lobi-lobi berhasil dijalankan. Sianida berjumlah ratusan karung itu berhasil masuk hingga ke Namlea.
Namun sesampainya Namlea, Sianida itu kembali ditahan oleh Polres Buru.
“Saat itu dong (oknum polisi) suruh yang punya barang bayar Rp. 500 juta, saat itu Malam itu. Itu dibulan Januari. Langsung dorang sudah kasih. Setelah itu sudah aman. Dong kirim ke Namlea. Saat di Namlea, Erik Risakota dan Irvan suruh tangkap lagi di Polres Namlea,” jelasnya, Kamis (25/9/2025).
Lebih lanjut setelah penangkapan itu, proses lobi-lobi kembali dilakukan untuk membebaskan barang tersebut.
Namun saat barang hendak dipulangkan, ternyata tidak dikembalikan secara utuh.
Sebagian justru dititipkan ke Namlea, dan sisanya ditaruh di ruko yang disewakan Hj. Suhartini di kawasan Kelurahan Rijali, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Maluku karena belum lengkap.
Namun, lebih mengejutkan barang sisanya dikabarkan Erik Risakota malah menjual untuk kebutuhan aktivitas pertambangan ilegal di Gunung Botak kabupaten Buru.
“Karena barang itu dipulangkan dari Namlea belum lengkap, makanya titip di saya. Seperti begitu ceritanya. Padahal Katong mau ke Namlea, mau lihat itu barangnya. Padahal informasi dari Erik bahwa dong sudah jual dan ternyata yang jual di tambang gunung botak kan Erik Risakota. Orang juga tau. Kalau bukan barang itu, dia mau jual barang siapa,” katanya.
Modus pemerasan ini disebut Suhartini bukan hanya sekali, melainkan berlangsung terus-menerus.
Total uang yang dikeluar dari pihaknya ditaksir hampir Rp. 1 miliar, mengalir ke berbagai pihak melalui Erik dan rekannya Irvan.
“Bukan cuman Rp. 500 juta, Erik itu minta terus. Dia suruh anggota- anggota lain ambil. Untuk uang yang mengalir, tanya ke Erik dan Irvan saja, mereka yang antar uang kemana-mana,” tegasnya.
Karena merasa terus diperas dengan modus penangkapan, Suhartini bahkan menduga Sianida sisa pengiriman dari Buru yang diamankan di sebuah ruko yang disewanya di Kelurahan Rijali, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, sekitar pukul 11.00 WIT pada Kamis (25/9/2025) oleh Polda Maluku, merupakan bentuk tekanan agar kembali membayar sejumlah uang sebagai tembusan.
Barang bukti yang diamankan sebanyak 46 karung ukuran besar yang berisi sianida.
“Makanya sampai sekarang dia (Erik Risakota) nakut-nakutin kita dengan jalan itu. Makanya dia lapor untuk yang lain-lain untuk pi grebek. Dia pikir Katong (kita) mau kasih-kasih uang lagi,” tutupnya.
Jika hal ini terbukti kebenarannya, maka sangsi tegas dari pihak kepolisian Republik Indonesia dalam penegakan hukum harus ditegakkan.
Agar hukum berpihak pada keadilan, bukan pada kekuasaan.
Sekedar mengetahui, pada Januari 2025 lalu, Polres Buru mengamankan 150 karton berisi sianida dimuat penuh pada sebuah truk.
Namun hingga kini 8 bulan berlalu, kasus tersebut belum dapat terungkap titik terang. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.