SBT Hari Ini
Setujui RPJMD, PDI Perjuangan Beri Catatan Kritis Soal Sagu dan Tanah Adat di Seram Bagian Timur
Hal itu disampaikan langsung Ketua Fraksi PDI Perjuangan Abdul Azis Yanlua dalam rapat paripurna di kantor DPRD, Jumat (12/9/2025).
Penulis: Haliyudin Ulima | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan Tribuambon.vlcom, Haliyudin Ulima
BULA, TRIBUNAMBON.COM - Fraksi PDI Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) secara resmi menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029.
Hal itu disampaikan langsung Ketua Fraksi PDI Perjuangan Abdul Azis Yanlua dalam rapat paripurna di kantor DPRD, Jumat (12/9/2025).
Namun, persetujuan ini disertai dengan pandangan akhir yang menyoroti masalah krusial terkait perlindungan hutan sagu dan tanah adat.
Fraksi PDI Perjuangan mendukung kebijakan hilirisasi sagu yang digagas pemerintah daerah, tetapi mereka menekankan bahwa kebijakan tersebut harus dibarengi dengan perlindungan hukum yang kuat.
Baca juga: Srikandi PLN UIP MPA Ambil Peran Nyata dalam Rehabilitasi DAS di Jayapura
Baca juga: Yayasan Garuda Maryadat Pastikan Kualitas Makanan Bergizi Gratis di Tual Terjaga
"Semoga di dalam rencangan perda tentang RPJMD menjadi diskursus spesifik, bukan hanya tentang pengelolaannya secara mekanis, melainkan menjadi alasan untuk pemerintah daerah dapat mengusulkan rencangan peraturan daerah tentang perlindungan kawasan hutan sagu," ujar Yenlua.
Langkah tersebut dinilai penting sebab, berdasarkan kajian pihaknya, dari total 35.000 hektar hutan sagu di SBT, hampir 70 persen berada dalam kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK), sebuah status yang berada di bawah wewenang Kementerian Kehutanan.
"Sewaktu-waktu dapat dialokasikan untuk kepentingan perizinan terhadap calon lisensi perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertambangan non hutan, semisal perusahaan pertambangan migas dan pembangunan infrastruktur lain oleh pemerintah pusat," jelasnya.
Pihaknya beranggapan bahwa hutan dan tanah yang dikelola masyarakat secara historis adalah warisan leluhur yang harus dilindungi, bukan malah dialihstatuskan menjadi tanah milik negara atas nama undang-undang dan kepentingan nasional.
Ia menilai hilirisasi sagu akan sia-sia jika area produksi utamanya tidak terlindungi secara hukum.
"Dalam kerangka penyusunan RPJMD, pemerintah daerah harus lebih fokus melakukan validasi status lahan produksi agar memberi jaminan atas aktivitas masyarakat seram bagian timur yang mayoritas sebagai petani," desaknya.
Menjawab hal itu, PDI Perjuangan merekomendasikan lima point penting untuk mengatasi persoalan tersebut:
- Mengusulkan Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2025-2045, karena RPJMD tidak dapat berjalan efektif tanpa dasar hukum tata ruang yang jelas.
- Meninjau ulang Ranperda RPJMD 2025-2029 agar isinya selaras dengan materi muatan RTRW.
- Mengusulkan Ranperda tentang Perlindungan Kawasan Hutan Sagu sebagai pondasi kebijakan hilirisasi.
- Menyurati Pemerintah Pusat untuk meninjau kembali status HPK yang merugikan masyarakat adat, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
- Mengusulkan Ranperda tentang Masyarakat Adat dan Hutan Adat untuk memberikan perlindungan hukum atas tanah dan hutan leluhur.
Fraksi PDI Perjuangan menegaskan bahwa lima poin ini adalah roh dan nafas masyarakat SBT, dan tidak ada kepentingan lain yang lebih tinggi dari kepentingan rakyat.
Mereka berharap Bupati menanggapi rekomendasi ini dengan serius dan segera melaksanakannya demi kesejahteraan masyarakat SBT.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.