Korupsi di Maluku

Perbaiki Putusan PT. MA Vonis Rahayaan 7 Tahun Penjara, Berhitu: Kita Ajukan Abolisi ke Presiden

Terdakwa Adam Rahayaan, dijatuhi hukum 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Agung, dalam perkara tindak pidana korupsi cadangan beras Pemerintah

Penulis: Maula Pelu | Editor: Fandi Wattimena
Tanita
Eks Wali Kota Tual, Adam Rahayaan digiring ke mobil tahanan usai tahap II di Kantor Kejati Maluku, Rabu (15/4/2023). 

* Ketiga, manfaat sosial dari kebijakan tersebut maka Kebijakan justru menguntungkan masyarakat luas, yakni memberikan bantuan pangan kepada warga yang membutuhkan,” Beber Berhitu

Senada dengan pernyataan Berhitu, Jack Wenno juga salah satu kuasa Terdakwa Rahayaan menambahkan,  Kerugian Negara yang timbul dalam perkara tersebut bukan akibat biat jahat.

“Mengapa demikian?, pertama Kerugian Negara Akibat Administratif, Bukan Kriminal, Kerugian negara yang timbul bukan karena korupsi, melainkan karena kesalahan administratif atau prosedural yang tidak disengaja. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa “Setiap penyimpangan prosedur tidak selalu berarti perbuatan korupsi jika tidak ada niat jahat (mens rea),”jelasnya. 

Kedua yang disoroti terkait Asas Ultimum Remedium, dimana Hukum pidana seharusnya menjadi jalan terakhir (ultimum remedium). 

“Dalam kasus ini, sanksi administratif atau tanggung jawab jabatan seharusnya cukup, bukan pidana penjara 8 tahun,” kata Wenno.

Selain itu dari sisi Aspek Kemanusiaan dan Kepentingan Umum dilanjutkan Wenno, bahwa Adam Rahayaan telah mengabdi sebagai kepala daerah dengan integritas, tidak memperkaya diri sendiri yakni bertindak untuk menyelamatkan rakyat dari kelaparan, yang selaras dengan Pasal 28C UUD 1945 (hak atas pangan dan kehidupan layak).

Permintaan Abolisi Kepada Presiden

Berdasarkan seluruh alasan di atas, permohonan diajukan kepada Presiden Republik Indonesia, karena: Presiden memiliki hak prerogatif abolisi berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.

Permohonan dilakukan demi: Keadilan substantif, Pemulihan kepercayaan publik terhadap hukum, Kepentingan kemanusiaan.

“Dengan demikian kami berkesimpulan, Permohonan abolisi dapat didasarkan pada argumen bahwa tindakan Adam Rahayaan tidak pantas dikualifikasi sebagai tindak pidana, karena: dilakukan untuk kemaslahatan rakyat, Tidak bertujuan memperkaya diri. Kerugian negara terjadi bukan karena kejahatan, melainkan karena niat baik yang tidak sejalan dengan prosedur administratif,” Cetus Wenno.  

Diketahui di tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Ambon memperberat hukuman Mantan Wali Kota Tual Adam Rahayaan menjadi delapan tahun penjara, dan menghukum terdakwa dengan membayar uang pengganti sebesar Rp. 1,7 milyar. 

Sebelumnya putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon, menjatuhkan hukuman kepada mantan Wali Kota itu selama satu tahun penjara dan tanpa uang pengganti.  (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved