Korupsi di Maluku

Perbaiki Putusan PT. MA Vonis Rahayaan 7 Tahun Penjara, Berhitu: Kita Ajukan Abolisi ke Presiden

Terdakwa Adam Rahayaan, dijatuhi hukum 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Agung, dalam perkara tindak pidana korupsi cadangan beras Pemerintah

Penulis: Maula Pelu | Editor: Fandi Wattimena
Tanita
Eks Wali Kota Tual, Adam Rahayaan digiring ke mobil tahanan usai tahap II di Kantor Kejati Maluku, Rabu (15/4/2023). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Maula M Pelu

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Tim Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Maluku Tenggara (Malra), terhadap kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Walikota Tual, Terdakwa Adam Rahayaan.

Terdakwa Adam Rahayaan, dijatuhi hukum 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Agung, dalam perkara tindak pidana korupsi cadangan beras Pemerintah (CBP) Kota Tual tahun 2016 hingga 2018 bersama dengan terdakwa Abbas Apolo Renwarin yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi dan Bantuan Sosial Dinas Sosial Kota Tual.

Putusan Kasasi dibacakan dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Agung, Dwiarso Budi Santiarto, didampingi Hakim Anggota Agustinus Purnomo Hadi, dan H. Achmad Setyo Pudjoharsoyo .

Hal itu diungkapkan kuasa Hukum Terdakwa John Berhitu kepada rekan media di Pengadilan Negeri Ambon, Senin (4/8/2025). 

“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa Adam Rahayaan tersebut. Memperbaiki Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 24/PID.SUS-TPK/2024/PT AMB tanggal 20 November 2024 yang mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon Nomor 26/Pid.Sus-TPK/2024/PN Amb tanggal 7 Oktober 2024 tersebut mengenai pidana yang dijatuhkan dan tanpa dikenakan uang pengganti kepada Terdakwa, menjadi pidana penjara selama 7 tahun. Selain itu mantan Walikota Tual itu juga dihukum dengan pidana denda sebesar Rp400.000.000 dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” Ungkap Berhitu mengikuti amar putusan Majelis Hakim Agung.

Menanggapi putusan Kasasi, Jhon Berhitu mengaku pihaknya akan mengajukan permohonan Abolisi kepada Presiden RI Prabowo Subianto bagi terpidana Adam Rahayaan

Sebab putusan MA yang memperbaiki putusan PT Ambon, kliennya tidak dibebankan uang pengganti sebagaimana putusan PT Ambon yang menghendaki Terpidana Adam Rahayaan dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp. 1.8 Miliar.

Baca juga: Diduga Tak Pernah Ngantor Sejak Dilantik Jadi Anggota DPRD Buru, Bella Shofie Didesak Mundur 

Baca juga: Kenaikan Biaya Balap Nusa Apono Seri 2 Bikin Panas, 27 Tim di Maluku Tanda Tangani Petisi Protes

Bahwa demikian berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim Agung tentang judex facti, dalam penjatuhan pidana tambahan berupa uang pengganti terhadap Terdakwa (adam Rahayaan-red)  tidak tepat.

“Sebab berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, Terdakwa tidak ada memperoleh atau menikmati  kerugian keuangan Negara tersebut, sehingga beralasan hukum terhadap Terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana tambahan uang pengganti. Pertimbangan itulah yang menjadi dasar kami untuk mengajukan permohonan Abolisi ke Presiden Prabowo Subianto,”jelasnya. 

Ditambahkan, Jika dasar pertimbangan hakim menjatuhkan pidana terhadap Adam Rahayaan kata Berhitu adalah karena negara mengalami kerugian, padahal kebijakan yang diambilnya adalah untuk mendistribusikan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) demi memberi makan warga.

maka menurut Berhitu,  membuka ruang argumentasi abolisi yang kuat, dengan menekankan bahwa:  Kebijakan yang dilaksanakan Adam Rahayaan adalah perbuatan administratif atau kebijakan diskresi, bukan tindak pidana korupsi, dan dilakukan dalam rangka memenuhi hak dasar warga negara, yaitu hak atas pangan.

Argumentasi Hukum dan Fakta

* Pertama Diskresi Pemerintahan (Kebijakan untuk Kepentingan Rakyat) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan:Pasal 22 ayat (1): “Pejabat Pemerintahan dapat menggunakan diskresi dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan tertentu dalam hal peraturan perundang-undangan tidak memberikan pilihan, tidak lengkap, atau tidak jelas”. Maka, tindakan Adam Rahayaan mendistribusikan CBP dalam keadaan darurat pangan atau mendesak, merupakan bentuk diskresi, bukan perbuatan melawan hukum pidana.

* Kedua, tujuan tidak untuk memperkaya diri, tidak ada bukti bahwa Adam Rahayaan memperoleh keuntungan pribadi dari kebijakan tersebut. Ini penting karena sesuai unsur delik Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, jika tidak ada niat memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum, maka pemidanaan menjadi lemah secara substansi.

* Ketiga, manfaat sosial dari kebijakan tersebut maka Kebijakan justru menguntungkan masyarakat luas, yakni memberikan bantuan pangan kepada warga yang membutuhkan,” Beber Berhitu

Senada dengan pernyataan Berhitu, Jack Wenno juga salah satu kuasa Terdakwa Rahayaan menambahkan,  Kerugian Negara yang timbul dalam perkara tersebut bukan akibat biat jahat.

“Mengapa demikian?, pertama Kerugian Negara Akibat Administratif, Bukan Kriminal, Kerugian negara yang timbul bukan karena korupsi, melainkan karena kesalahan administratif atau prosedural yang tidak disengaja. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa “Setiap penyimpangan prosedur tidak selalu berarti perbuatan korupsi jika tidak ada niat jahat (mens rea),”jelasnya. 

Kedua yang disoroti terkait Asas Ultimum Remedium, dimana Hukum pidana seharusnya menjadi jalan terakhir (ultimum remedium). 

“Dalam kasus ini, sanksi administratif atau tanggung jawab jabatan seharusnya cukup, bukan pidana penjara 8 tahun,” kata Wenno.

Selain itu dari sisi Aspek Kemanusiaan dan Kepentingan Umum dilanjutkan Wenno, bahwa Adam Rahayaan telah mengabdi sebagai kepala daerah dengan integritas, tidak memperkaya diri sendiri yakni bertindak untuk menyelamatkan rakyat dari kelaparan, yang selaras dengan Pasal 28C UUD 1945 (hak atas pangan dan kehidupan layak).

Permintaan Abolisi Kepada Presiden

Berdasarkan seluruh alasan di atas, permohonan diajukan kepada Presiden Republik Indonesia, karena: Presiden memiliki hak prerogatif abolisi berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.

Permohonan dilakukan demi: Keadilan substantif, Pemulihan kepercayaan publik terhadap hukum, Kepentingan kemanusiaan.

“Dengan demikian kami berkesimpulan, Permohonan abolisi dapat didasarkan pada argumen bahwa tindakan Adam Rahayaan tidak pantas dikualifikasi sebagai tindak pidana, karena: dilakukan untuk kemaslahatan rakyat, Tidak bertujuan memperkaya diri. Kerugian negara terjadi bukan karena kejahatan, melainkan karena niat baik yang tidak sejalan dengan prosedur administratif,” Cetus Wenno.  

Diketahui di tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Ambon memperberat hukuman Mantan Wali Kota Tual Adam Rahayaan menjadi delapan tahun penjara, dan menghukum terdakwa dengan membayar uang pengganti sebesar Rp. 1,7 milyar. 

Sebelumnya putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon, menjatuhkan hukuman kepada mantan Wali Kota itu selama satu tahun penjara dan tanpa uang pengganti.  (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved