Mutasi ASN
Kisah Pilu Ulma Ely: Guru Bahasa Indonesia Keberatan Dimutasi, Anak ODGJ dan Bayi Jadi Taruhan
Ulma Ely mengungkapkan keberatan mendalamnya karena mutasi tersebut dianggap tidak sesuai prosedur
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Keputusan mutasi bagi sebagian tenaga pendidik seringkali menjadi dilema, terutama jika berbenturan dengan kondisi pribadi dan keluarga.
Inilah yang kini dialami Ulma Ely (45), seorang guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 45 Maluku Tengah, yang keberatan dengan mutasi mendadaknya ke SMA Negeri 24 Maluku Tengah di Negeri Sepa.
Ulma Ely mengungkapkan keberatan mendalamnya karena mutasi tersebut dianggap tidak sesuai prosedur dan sangat memengaruhi kondisi keluarganya.
Beban Ganda Seorang Ibu: Anak ODGJ dan Balita
Kisah Ulma semakin memilukan dengan fakta bahwa ia memiliki lima orang anak.
Serta yang paling membutuhkan perhatian khusus adalah anak keduanya yang mengidap sakit Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
"Saya keberatan karena anak saya ada lima, terus anak kedua saya mengidap ODGJ, dia sudah dua kali masuk rumah sakit untuk perawatan," ungkap Ulma.
Bagi seorang ibu, kondisi ini adalah beban mental dan fisik yang luar biasa.
Ulma menjelaskan betapa krusialnya perannya dalam mengasuh anaknya secara langsung.
Baca juga: Mutasi Guru Ulma Ely: Dispendik Maluku Arahkan Konfirmasi ke BKD, Singgung Prosedur ANJAB
Baca juga: Selain Dugaan Kekerasan, Muhammad Sain juga Minta Berhubungan Badan Sebagai Pengganti Utang
"Saya harus mengasuh anak saya secara langsung, kalau saya mengajar di Sepa tentu sangat kasihan anak saya tidak ada yang perhatikan. Bagaimana perasaan saya sebagai seorang ibu," tuturnya.
Selain anak ODGJ, Ulma juga memiliki anak bungsu yang baru berusia 1 tahun.
Hal Ini menambah daftar panjang tanggung jawab yang harus dipikulnya.
Beban ini semakin berat karena kedua orang tuanya juga dalam kondisi sakit-sakitan.
Kendala Lokasi dan Beban Finansial
Permasalahan mutasi ini semakin rumit lantaran Ulma Ely tidak memiliki tempat tinggal di Negeri Sepa, lokasi mutasinya.
Hal ini memaksanya untuk bolak-balik setiap hari dari Masohi ke Negeri Sepa dengan durasi perjalanan lebih dari dua jam karena ia indekos di Masohi.
Kondisi ini secara otomatis membuat biaya hidupnya membengkak dan menjadi beban finansial tambahan yang tidak sedikit.
"Karena itu saya minta saya bisa kembali mengajar sebagai guru di Kecamatan Leihitu agar saya lebih dekat dengan keluarga," pinta Ulma Ely penuh harap.
Ia sangat mendambakan bisa kembali mengajar di lokasi yang lebih dekat dengan keluarganya.
Demi memastikan semua anaknya, terutama yang membutuhkan perhatian khusus, dapat terurus dengan baik.
Kisah Ulma Ely ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan kondisi pribadi dalam setiap kebijakan mutasi.
Terutama bagi tenaga pendidik yang memiliki tanggung jawab besar terhadap keluarga.
Sebelumnya, Ulma Ely menduga mutasi ini bermotif politik, mengingat ia merasa tidak pernah mengajukan permohonan mutasi maupun melakukan pelanggaran sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketidaksesuaian prosedur dan alasan mutasi ini menjadi inti dari kekecewaannya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.