Ambon Hari Ini
Buntut Putusan Dati Sopiamaluang, Ahli Waris Duga ada Mafia Hukum Dibalik Putusan 203
Pasalnya, ahli waris pemilik lahan eks hotel anggrek tersebut merasa putusan Majelis Hakim yang menangani perkara itu telah melenceng dari rasa keadil
Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Ahli Waris dari Simon Latumalea yakni Benny Daniel Agustinus Lokollo dan Novita audi Muskita mengadukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon yang memeriksa dan memutus Perkara perdata Nomor: 203/Pdt.G/2023/PN.Amb ke Komisi Yudisial.
Pasalnya, ahli waris pemilik lahan eks hotel anggrek tersebut merasa putusan Majelis Hakim yang menangani perkara itu telah melenceng dari rasa keadilan.
Benny mengungkapkan selama persidangan berlangsung, ada beberapa hal yang dilangkahi oleh Majelis Hakim, baik itu berhubungan dengan Kode Etik dan Prilaku Hakim maupun yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap Hukum Acara.
Lanjutnya, hal lain yang jadi materi pengaduan ke Komisi Yudisial, yaitu Majelis Hakim diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Para Hakim, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Perkara Nomor 203 tersebut, telah mempertimbangkan alat bukti yang tidak pernah diajukan didalam Persidangan.
Sehingga membuat rancu putusan hakim.
"Salah satunya dalam pertimbangan hakim, hakim mempertimbangkan bukti yang tidak pernah diajukan didalam persidangan. Padahal hakim dituntut harus Bersikap Profesional. Hakim juga wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yamg menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya," kata Benny kepada TribunAmbon.com, Selasa (2/4/2024).
Ia menjelaskan terkait dengan batas Dati Sopiamaluang sudah diuji dalam putusan-putudan terdahulu yang mengacu pada putusan No 21 tahun 1950 juga putusan no 12/Pdt/2014/PT.AMB, Putusan 139/PID.B/2014/PN.AMB, Putusan No 21/PID.B/2019/PN.AMB.
Dimana bekas eks hotel anggrek in casu objek sengketa dalam perkara ini berada dalam dati Sopiamaluang.
Sementara saat pemeriksaan lapangan yang diperiksa hanya lahan eks hotel anggrek sedangkan Dati Usisapiuang yang luasnya kurang lebih 30 Ha menurut gugatan Penggugat tidak dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan.
Baca juga: Mobil hingga Jam Tangan Mewah Milik Suami Sandra Dewi Disita sebagai BB Kasus Korupsi Timah
Baca juga: PDI-P Bilang Khilaf Pernah Dukung Gibran, Begini Responnya
Tak sampai di situ, lanjutnya, Hakim juga telah menginterprestasikan hal-hal diluar hukum pembuktian.
Dalam pertimbangan hakim pada putusan no 203/Pdt.G/2023/PN.Amb, batas-batas Dati Usisapiuang hakim merujuk pada salah satu alat bukti padahal dalam bukti tersebut tidak ada batas dati.
"Acta Van Eigendom Nomor 2842 BL 243, tanggal 14 Agustus 1939 yang ditandai dengan bukti P-4 tidak ada batas-batas dari dati Oesisapioeang. Bagaimana dalam amar Putusan Majelis Hakim bisa memutuskan bahwa batas-batas dati Oesisapioeang didasari oleh Acta Van Eigendom?," Tanya Benny keheranan.
Diungkapkannya, belakangan baru pihaknya mengetahui jika alat bukti Acte Van Eigendom Nomor 2842, BL Nomor 243 Notaries Van Der Klerk tanggal 14 Agustus 1939 yang diajjukan dalam persidangan tidak pernah tercatat pada kantor pertanahan kota Ambon.
"Parahnya, alat bukti yang diajukan Penggugat di persidangan dan jadi bahan pertimbangan hakim, yakni Acte Van Eigendom Nomor 2842, BL Nomor 243 Notaries Van Der Klerk tanggal 14 Agustus 1939 tidak pernah tercatat di Kantor Pertanahan Kota Ambon. Padahal seluruh Acta Van Eigendom yang ada di kota Ambon Teregister atau tercatat di Badan Pertanahan Kota Ambon. itu kita ketahui dari memori Banding Badan Pertanahan ke Pengadilan Tinggi Ambon, bahkan dalam memori banding itu, Badan Pertanahan mengungkap alat bukti itu mengada ada," lanjut Benny.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.