Larangan Salat Idul Adha
Soal Peniadaan Sholat Idul Adha, Kemenag Maluku; Kami Hanya Jembatan Informasi
Menanggapi hal itu, Jalaluddin menyatakan, Kemenag Maluku hanya sebagai jembatan informasi.
Penulis: M Fahroni Slamet | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Ridwan Tuasamu
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Maluku, Jamaluddin Bugis mengaku mendapat banyak hujatan dari warga setelah diteruskannya kebijakan peniadaan Salat Idul Adha 1442 Hijriah.
Hujatan datang dari berbagai kalangan lewat pesan singkat, chat hingga komentar di Media Sosial.
Menanggapi hal itu, Jalaluddin menyatakan, Kemenag Maluku hanya sebagai jembatan informasi.
Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Agama dan Kemenag sebagai kepanjangan tangan hanya meneruskan informasi tersebut.
Menurutnya, hujatan yang dilontarkan menunjukan ketidakpahaman warga tentang posisi Kemenag sebagai penerus informasi.
"Kami hanya sebagai jembatan informasi," kata Jamaluddin saat konferensi pers di Kantor Kemenag Maluku, Jl.Jend Sudirman, Sirimau, Kota Ambon, Kamis (15/7/2021) siang.
Lanjutnya, Kemenag tidak mungkin menghalangi jika ada masjid yang buka lalu warga kemudian datang untuk melaksanakan salat.
Baca juga: Tolak PPKM Mikro, Puluhan REMAS Kampus IAIN Demo di Balai Kota Ambon
Baca juga: Peniadaan Salat Idul Adha di Ambon, Latua; Banyak Imam Tidak Tahu
Karena larangan malah akan memicu permasalahan yang akan lebih besar kedepannya.
"Kami tidak bisa melarang jika warga datang," ujarnya
Namun, pemerintah tentu mempunyai andil untuk memaksimalkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pusat.
Sehingga upaya memutus mata rantai penyebaran virus corona bisa berjalan dengan baik.
Dia pun berharap para tokoh agama, termasuk pemerintah kota bisa membantu mensosialisasikan kebijakan tersebut agar masyarakat lebih memahami.
Diketahui, kebijakan peniadaan salat Idul Adha tahun ini menjadi pembicaraan hangat di media sosial setelah kemenag menyampaikan perihal kebijakan tersebut.
Sebagian besar warga malah menghujat kebijakan yang sejalan dengan Peraturan Pembatasan Kerumunan Masyarakat (PPKM) mikro di Kota Ambon itu. (*)