Ambon Hari Ini
Awalnya Hanya Kontrak, Pengusaha Tahu di Ambon Berhasil Beli Bekas Kontrakannya Seharga Rp 450 Juta
Harga tahu dan tempe tak seberapa. Namun, makanan yang sudah menyatu dengan kuliner Indonesia itu mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Salama Picalouhata
Laporan Wartawan, TribunAmbon.com, Dedy Azis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Harga tahu dan tempe tak seberapa. Namun, makanan yang sudah menyatu dengan kuliner Indonesia itu mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Pasalnya tahu dan tempe dikonsumsi oleh berbagai golongan masyarakat karena merupakan sumber protein nabati yang baik dan juga harganya yang terjangkau.
Sukadi (67) adalah orang yang berhasil meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah setiap bulannya dengan mengembangkan bisnis tahu tempenya, di Lorong pabrik tahu kawasan Pasar Mardika, Kecamatan Sirimau, Ambon.
Saat ditemui, Sukadi hanya menggunakan kemeja putih lengan pendek dengan celana panjang berwarna coklat.
Tak ada yang menyangka, pria tanpa Ijazah itu dapat membangun kerajaan bisnisnya sendiri yang menjadi pabrik tahu dan tempe tertua di Kota Ambon.
Sukadi telah membangun pabriknya itu 32 tahun lalu, tepat setelah tiga tahun dia sampai di kota berjuluk manise ini.
“Saya datang ke Ambon sejak tahun 1986, waktu saya datang ke Ambon dan saya tidak punya latarbelakang pendidikan apapun,” ujar ayah tiga anak itu, Selasa (23/3/2021) siang.
Baca juga: Pengrajin Tahu dan Tempe Ini Berhasil Antarkan Dua Anaknya Jadi Polisi
Baca juga: Harga Kedelai Mahal di Masohi, Ukuran Tahu-Tempe Diperkecil
Awalnya, dia hanya mengontrak pabriknya yang diberi nama UD. Mardika itu dengan harga sejuta.
Dia pun membuka usaha hingga sepuluh tahun lamanya, sebelum pabriknya sempat berhenti karena konflik 1999 di Ambon.
“Saya mulai pelan-pelan sampai 10 tahun, karena ada kerusuhan akhirnya saya kembali ke kampong halaman saya di Trenggalek,” ujarnya.
Sempat terhenti hingga enam tahun dan terpuruk, ia memulai kembali usahanya pada tahun 2005 dengan modal yang sedikit.
Hingga akhirnya ia mampu membeli rumah kontrakan yang dijadikannya pabrik itu.
“Enam tahun saya berhenti, tapi saya mulai pelan-pelan, sampai saya bisa membeli tempat ini dengan harga Rp. 450 juta,” ujar lelaki tua ini.
Dengan bisnisnya, ia mampu meraup omset hingga Rp. 9 juta rupiah per harinya.