Penolakan Jokowi atas Revisi UU KPK: Berpotensi Mengurangi Efektivitas Tugas KPK

Presiden Joko Widodo mengaku menolak sejumlah poin dalam draf revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat

Editor: Fitriana Andriyani
Tangkap Layar Kompas TV
Presiden Joko Widodo mengaku menolak sejumlah poin dalam draf revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat 

Pergubi menyoroti sejumlah masalah dalam revisi UU KPK yang berpotensi melemahkan KPK.

"Kami menolak revisi atau perubahan Undang-Undang KPK yang akan memangkas kewenangan dan melemahkan KPK," kata anggota Pergubi, Guru Besar Universitas Nasional Jakarta, Lijan Poltak Sinambela saat membaca pernyataan sikap di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Dalam lampiran pernyataan sikap Pergubi, ada sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK yang dinilai bisa melemahkan kewenangan KPK.

Pertama, pada Pasal 1, 7 dan 24, pegawai KPK jadi tidak independen.

Kedua, Pasal 12 dan 37 yang mengharuskan KPK mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas dalam penyadapan, penyitaan dan penggeledahan.

Ketiga, Pasal 43 dan 45 yang mereduksi independensi penyelidik dan penyidik.

Keempat, Pasal 40 terkait kewenangan penghentian penyidikan dan penuntutan.

Kelima, Pasal 12A yang mengharuskan KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan.

Keenam, Pasal 7 yang memuat ketentuan KPK hanya sebatas melakukan koordinasi dan supervisi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di instansi asal.

Secara prosedural, Pergubi juga menekankan bahwa setiap revisi undang-undang harus masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Pada Bambang Brodjonegoro, Murad Ismail: Bu Susi Hanya Omong Saja, Tidak Pernah Ada Sesuatu

Wanita Bersuami Ditindih Tetangga, Si Pria Tak Mengaku Perkosa Korban Selama 5 Menit di Tegalan

Adapun revisi undang-undang yang tak masuk Prolegnas, bisa dibahas untuk menjadi undang-undang hanya dalam keadaan luar biasa.

Misalnya, jika ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi undang-undang yang menyebabkan kekosongan hukum; adanya perjanjian internasional yang harus segera diratifikasi; dan terjadi suatu keadaan yang tidak diprediksi sehingga perlu pengaturan yang harus diatur lewat undang-undang.

Lijan juga menyatakan, sebenarnya tidak ada hal yang mendesak sehingga Undang-Undang KPK harus direvisi.

Di sisi lain, Pergubi mengingatkan, saat ini KPK merupakan lembaga yang paling dianggap kredibel dan dipercaya publik dalam pemberantasan korupsi.

Pergubi, lanjut dia, menolak revisi Undang-Undang KPK yang justru terkesan melemahkan lembaga antirasuah itu.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved