Maluku Terkini

Gadis Maluku Diduga Jadi Korban Eksploitasi dan Penahanan Ilegal di Bali, Korban Diancam Denda

R dibawa dari Maluku pada September 2025 oleh pasangan suami-istri Silas Leha dan Imelda Umawekla. 

Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
TribunAmbon.com
TPPO (ILUSTRASI) - Seorang gadis muda asal Maluku berinisial R (19) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Bali. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Seorang gadis muda asal Maluku berinisial R (19) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Bali.

R dibawa dari Maluku pada September 2025 oleh pasangan suami-istri Silas Leha dan Imelda Umawekla. 

Mereka menggunakan dalih kekeluargaan, yakni meminta R membantu Imelda yang tengah hamil muda. 

Namun, janji manis itu berubah menjadi mimpi buruk setibanya di Pulau Dewata.

Keluarga korban mengungkapkan bahwa R awalnya dijanjikan akan bekerja di sebuah klinik sebagai pendamping Imelda. 

Namun, fakta yang dihimpun keluarga menunjukkan korban justru ditempatkan di sebuah tempat pijat atau spa yang kuat dugaan tidak memiliki izin usaha resmi.

Eksploitasi kerja R mencapai puncaknya pada Rabu (15/10/2025), ketika ia berhasil mengirimkan pesan suara memilukan kepada keluarganya melalui WhatsApp. 

Baca juga: Aksi Pencurian Rp 200 Juta di Namlea Terungkap, 2 Pelaku Diringkus Polisi

Baca juga: Harga Emas di Namlea Meroket! Kini Sentuh Rp2 Juta per Gram

Dalam rekaman itu, R menangis dan mengaku mengalami penyiksaan berupa tidak diberi makan selama dua hari berturut-turut.

“Dia bilang tidak dikasih makan dua hari, badannya lemah sekali,” ungkap RB, salah satu anggota keluarga korban, menggambarkan kondisi R yang sangat lemah.

Upaya keluarga untuk menyelamatkan R terbentur tembok. 

Ketika kerabat di Bali, berinisial DE, diminta menjenguk, pihak manajemen tempat spa menolak memberikan akses. 

R bahkan dilarang keluar dengan dalih terikat kontrak kerja, padahal keluarga menurut keluarga korban tidak pernah ada kontrak secara resmi.

Situasi semakin menunjukkan indikasi kuat TPPO ketika pihak manajemen tempat spa mulai melakukan ancaman dan pemerasan. 

Mereka menuntut tebusan sebesar Rp50 juta jika keluarga ingin membawa pulang R.

“Mereka bilang kalau mau bawa pulang R, harus bayar kontrak Rp50 juta. Ini jelas pemerasan. R dibawa ke Bali bukan untuk bekerja, tidak ada perjanjian resmi,” tegas RB.

Hingga berita ini diturunkan, komunikasi dengan R terputus total.

Upaya penjemputan terhambat karena lokasi tempat kerja korban dijaga ketat.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa R kini berada di bawah tekanan psikologis berat dan kehilangan seluruh kebebasan berkomunikasi.

Keluarga korban mendesak aparat penegak hukum dan lembaga terkait untuk segera mengambil tindakan penyelamatan dan hukum.

Mereka secara resmi meminta:

  •  Polda Bali dan Polda Maluku untuk segera menyelidiki dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), eksploitasi tenaga kerja, dan penahanan ilegal terhadap R.
  • Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Komnas Perempuan, dan BP2MI untuk bergerak cepat menyelamatkan dan memberikan pendampingan hukum serta psikologis.
  • Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Daerah asal korban untuk membantu proses pemulangan dan rehabilitasi pasca-penyelamatan.

Keluarga korban menekankan bahwa R bukanlah pekerja migran formal, melainkan korban bujuk rayu kekeluargaan tanpa kontrak resmi dan tanpa upah yang layak. 

Mereka berharap perhatian publik, media, dan lembaga masyarakat sipil dapat mengawal kasus ini.

“Ini bukan hanya soal keluarga kami. Ini soal kemanusiaan dan perlindungan terhadap perempuan muda dari praktik perdagangan orang,” tutup RB.

Tags
TPPO
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved