Proyek Fiktif
Dugaan Penipuan Proyek Fiktif Unpatti: Libatkan Oknum Dosen dan Polisi, Hartini Rugi Puluhan Juta
Dalam laporannya, Hartini mengaku telah menyetor total uang puluhan juta rupiah kepada oknum: Dosen Unpatti dan seorang Anggota Polisi.
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Seorang warga, Hartini (44), mengambil langkah tegas melaporkan dugaan penggelapan dan penipuan proyek fiktif sumur bor Universitas Pattimura (Unpatti) ke Polresta Ambon.
Dalam laporannya, Hartini mengaku telah menyetor total uang puluhan juta rupiah kepada oknum: Dosen Unpatti dan seorang Anggota Polisi.
Laporan Polisi resmi telah dilayangkan Hartini pada 15 September 2025 dengan nomor LP/B/502/IX/2025/SPKT/POLRESTA AMBON/POLDA MALUKU, setelah mediasi yang menjanjikan pengembalian dana gagal terealisasi.
Kronologi: Dari Tawaran Proyek Miliaran hingga Uang Muka yang Amblas
Hartini menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 7 Juli 2023, ketika kerabatnya, Umar Hadi, menawarkan kesempatan investasi pada proyek besar.
"Awalnya kerabat saya, Umar Hadi, menawarkan ada proyek sumur bor untuk Unpatti sebanyak 30 titik. Satu titik dipatok harga senilai Rp 360 juta," ungkap Hartini saat diwawancarai TribunAmbon.com, Senin (29/9/2025).
Baca juga: Akhirnya, Jalan di Jembatan Dian-Tettoat Maluku Tenggara Diaspal Hotmix
Baca juga: Pasca Dugaan Penganiayaan Warga Sipil, Kapolda Maluku Mutasi Sejumlah Perwira Brimob di SBT
Proyek fantastis ini disebut-sebut melalui seorang Dosen Unpatti bernama Berty Wairisal.
Karena anggaran proyek belum cair, Hartini diminta untuk menjadi donatur dengan membayar uang muka.
"Mereka meminta uang muka kepada saya, awalnya mereka minta Rp 100 juta. Tapi saat itu saya hanya sanggup Rp 60 juta," jelasnya.
Jumlah Rp 60 juta ini kemudian dikonfirmasi oleh Umar kepada Berty Wairisal dan disetujui.
Pertemuan Misterius: Uang Kontan dan Kwitansi Janggal
Penyerahan uang muka dilakukan pada 23 Oktober 2023 di salah satu kafe di Kota Ambon.
Pertemuan itu dihadiri oleh empat orang: Hartini, Umar Hadi, Dosen Berty Wairisal, dan yang mengejutkan, seorang anggota Polisi bernama Haris Pelata.
Dalam pertemuan itu, Hartini menyerahkan uang tunai sebesar Rp 60 juta.
Namun, kejanggalan muncul saat proses pembuatan kwitansi.
"Saya kaget saat dibuat kwitansi pembayaran hanya ditulis Rp 57 juta," ujar Hartini.
Ia berniat mempertanyakan selisih Rp 3 juta, namun dicegah oleh Umar.
Belakangan, Umar mengkonfirmasi bahwa Rp 3 juta tersebut masuk ke saku Haris Pelata.
Tak berhenti di situ, berselang waktu kemudian, Berty Wairisal, Umar Hadi, dan Haris Pelata kembali meminta uang sebesar Rp 35 juta dengan dalih untuk biaya pengurusan proyek ke Jakarta.
Hartini hanya menyanggupi Rp 25 juta dan menyerahkan uang tersebut dengan bukti kwitansi.
Dengan demikian, total uang yang diserahkan Hartini mencapai Rp 85 juta.
Proyek Tak Kunjung Ada, Dana Menguap
Seiring waktu berlalu, proyek yang dijanjikan tak kunjung ada kejelasan.
Hartini semakin resah dan kecewa. Puncaknya, ia mendapat informasi mengejutkan pada tahun 2024.
"Saya mendapat info kalau di tahun 2024 Umar Hadi melaporkan Berty Wairisal," kata Hartini.
Laporan itu dilakukan Umar dengan dalih bahwa uang yang diterima Berty adalah miliknya.
Akibat laporan tersebut, Berty Wairisal mengembalikan uang senilai Rp 25 juta kepada Umar. Jumlah yang disetor Hartini untuk pengurusan ke Jakarta.
"Padahal yang seharusnya berhak menerima uang itu adalah saya," tegas Hartini.
Laporan Polisi Jadi Jalan Akhir
Atas ketidakjelasan dan dugaan kerugian yang dialaminya, Hartini pertama kali membuat laporan pengaduan ke Polresta Ambon pada 12 Mei 2025.
Pengaduan ini lantas mempertemukannya dengan Berty Wairisal dalam sebuah pertemuan mediasi.
"Dalam pertemuan mediasi itu, Berty sepakat untuk mengganti uang saya senilai Rp 57 juta," tutur Hartini, merujuk pada jumlah yang tercantum di kwitansi pertama.
Sayangnya, kesepakatan itu tak diindahkan.
Karena Berty Wairisal tidak memenuhi janjinya setelah melewati batas waktu yang ditentukan.
Hartini akhirnya menempuh jalur hukum dengan membuat Laporan Polisi resmi pada pertengahan September 2025.
Polresta Ambon kini diharapkan dapat segera memproses laporan ini dan mengusut tuntas dugaan penipuan yang menyeret nama Dosen Unpatti, kerabat, dan bahkan seorang anggota Polisi. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.