Tual Hari Ini

Kisah Said, Kepsek Sekolah Luar Biasa Antar Jemput Siswa di Tual-Malra Pakai Tosa

Kehadirannya selalu ditunggu setiap hari oleh para siswa di Kota Tual maupun Kabupaten Maluku Tenggara (Malra).

Istimewa
SLB NEGERI TUAL : Aktivitas Muhammad Said saat mengantar pulang siswa berkebutuhan khusus. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Megarivera Renyaan

TUAL, TRIBUNAMBON.COM - Di balik ketegasan sebagai seorang Kepala Sekolah, Muhammad Said (39) menyimpan sisi lain dari cerita pengabdian.

Dirinya menjadi tumpuan harapan bagi 32 siswa berkebutuhan khusus yang mengenyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Tual, di Desa Fiditan, Kecamatan Pulau Dullah Utara.

Kehadirannya selalu ditunggu setiap hari oleh para siswa di Kota Tual maupun Kabupaten Maluku Tenggara (Malra).

Pasalnya, dirinya dengan sigap mengantar jemput puluhan siswa menggunakan tosa, melintasi dua wilayah berbeda administratif di tengah teriknya matahari dan dinginnya suhu di saat cuaca sedang tak bersahabat.

Aktivitas ini berawal sejak tiga tahun silam, sejak dirinya meminta bantuan tosa kepada Dinas Pendidikan Provinsi Maluku yang digawangi Insun Sangadi kala itu.

Sebelumnya, aktivitas antar jemput kerap dilakukan para guru menggunakan motor, namun tentunya kapasitas yang terbatas jadi permasalahan pelik.

Baca juga: Pemkab SBT Gerak Cepat, Normalisasi Sungai Jadi Solusi Darurat Atasi Banjir di Kampung Buton

Baca juga: Jalan Utama Banggoi - Bula Licin, Pengendara Ektra Hati-Hati

Awalnya, Said prihatin dengan kurangnya kehadiran siswa-siswi di sekolah, kebanyakan orang tua pun  sibuk bekerja hingga terkadang pendidikan anak berkebutuhan khusus pun terbaikan.

Padahal, seyogyanya semua anak-anak wajib mendapatkan pendidikan yang adil dan merata,  sekalipun dilahirkan berkebutuhan khusus.

"Awal mulanya pada tahun 2023 lalu, saya meminta di Kadis Pendidikan Provinsi Maluku Insun Sangadi yang saat itu tengah berkunjung ke Kota Tual, selang beberapa bulan kemudian bantuan kendaraan roda tiga langsung diberikan," kisahnya.

Said menuturkan, anak-anak ini jika tidak di jemput enggan berangkat ke sekolah, apalagi jika orang tuanya sibuk dan tidak peduli.

"Biasanya paling terlambat jam 07:00 WIT, Said memulai aktivitas menjemput berdasarkan kebiasaan misalnya untuk tuna grahita dan guna wicara didahulukan, sementara untuk down syndrome biasanya yang paling belakangan karena susah bangun pagi," ujarnya.

Kerap melakukan aktivitas antar jemput, ikatan batin antara Said dan siswa-siswi berkebutuhan khusus pung terjalin erat.

"Pernah diminta salah satu guru yang menjemput, mereka kompak menolak dengan menangis, bahkan jika saya terlambat datang biasanya mereka setia menunggu hingga pukul 10:00 hingga 11:00 WIT," terangnya menitikkan airmata.

Untuk waktu pengantaran pulang sekira pukul 12:00 WIT di saat proses belajar mengajar telah usai.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved