Kapolsek Humanis

Dijuluki Kapolsek Humanis, Ini Cerita dan Profil Iptu Julkisno Kaisupy

Penulis: Rahmat Tutupoho
Editor: Adjeng Hatalea
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolsek Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso (KPYS), Iptu Julkisno Kaisupy.

Tetapi hanya bertahan 6 bulan, kakak iparnya pindah menjalankan tugas di Ternate, Julkisno mencari tempat tinggal baru yakni indekos.

Untuk menyelesaikan studi, Julkisno hanya berharap kiriman dari kakaknya.

Sedangkan makan sehari-hari kerap didapatkan usai memutar otak sendiri dengan mencari penghasilan tambahan.

“Kalau uang kos tidak masalah. Tetapi untuk makan sehari-hari saya sering kewalahan. Untung ada tetangga yang baik hati,” kenangnya kepada TribunAmbon.com melalui panggilan telepon, Rabu (5/4/2023).

Jika hari libur tiba, Julkisno menghabiskan waktu menjadi kondektur di mobil milik tetangga indekos yang setaip hari mengangkut pasir dan batu.

Ia menuturkan, sering mengantar maupun menjemput anak tetangga kosnya itu ke sekolah taman kanak-kanak menggunakan sepeda, bahkan disuruh belanja di Pasar Rumah Tiga.

Baca juga: Jalin Silaturahmi dengan Jemaat Gereja Betlehem Hulaliu, Kaisupy Serukan Pesan Damai

Nasib tak sedap pernah dialaminya sewaktu menyedot (hisap) minyak tanah dari drum ke jerigen memakai selang, sejumlah liter ditelan secara spontan.

“Saya juga jadi kondektur. Sampai selesai, saya diberi uang Rp.20.000. Terus saya manfaatkan untuk makan, begitu seterusnya,” paparnya.

Singkat cerita, Julkisno pindah kosan ke kawasan Wailela, Rumah Tiga tepatnya Lorong Service.

Ada tetangga indekosnya seorang pekerja Mercusuar.

Rumahnya tidak punya pembantu, ia ambil peluang itu untuk angkat air di bak hingga penuh.

Tidak mengharapkan uang, pekerjaan ini dilakoni semata-mata guna mendapat makan setiap hari dari tetangganya.

“Setelah pindah, kerja tiap hari saya angkat air untuk tetangga kos. Itu saya lakukan sepulang dari sekolah,” bebernya.

Lebih parahnya, jarang makan sepekan penuh pernah dirasakannya karena kiriman dari ayah maupun kakak perempuan terlambat datang, buntutnya ia pingsan di sekolah.

“1995-1996 itu belum ada telepon seluler seperti sekarang. Mau hubungi keluarga sangat susah. Jadi, saya kenyang hanya minum air,” cetusnya.

Halaman
1234

Berita Terkini