Ambon Hari Ini

Saling Klaim Lahan di Kompleks Makan Anak Cucu, Raja Batu Merah: Acuan Kita Sertifikat 1943

Raja Negeri Batu Merah, Ali Hatala, menegaskan langkah itu diambil karena muncul klaim dari pihak lain yang hanya memegang kwitansi sewa menyewa.

Penulis: Maula Pelu | Editor: Mesya Marasabessy
Istimewa
KONFLIK LAHAN - Pemerintah Negeri Batu Merah memastikan polemik lahan seluas 301 meter persegi di kompleks Makam Anak Cucu Pangeran Diponegoro diselesaikan berdasarkan kepemilikan sah sesuai Sertifikat Nomor 1943. 

AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Pemerintah Negeri Batu Merah memastikan polemik lahan seluas 301 meter persegi di kompleks Makam Anak Cucu Pangeran Diponegoro diselesaikan berdasarkan kepemilikan sah sesuai Sertifikat Nomor 1943.

Raja Negeri Batu Merah, Ali Hatala, menegaskan langkah itu diambil karena muncul klaim dari pihak lain yang hanya memegang kwitansi sewa menyewa.

“Kita tetap berpegang pada hukum. Keluarga pemilik sertifikat meminta perlindungan hukum karena berhadapan dengan warga yang mengaku memiliki kuitansi jual beli, namun setelah dicek, yang ada hanya kuitansi sewa,” jelasnya.

Hatala menjelaskan lahan tersebut telah dibeli keluarga Siraid dari keluarga Hatala dan sudah bersertifikat sejak 1974.

Karena itu, ia memastikan penyelesaian dikembalikan sepenuhnya kepada pemilik sah sesuai dokumen resmi.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Fadli Toisuta, mengungkapkan peran DPRD hanya sebagai mediator karena persoalan ini dilaporkan ke lembaga tersebut.

Namun ia menegaskan bahwa kepemilikan lahan harus merujuk pada sertifikat, bukan kwitansi.

“Saat on the spot bersama BPN, ditegaskan bahwa hanya ada satu sertifikat atas lokasi itu, yakni Nomor 1943. Itu menjadi dasar sehingga hari ini dilakukan pengembalian batas. Untuk persoalan lain, biar berproses di pengadilan,” tegas Toisuta.

Baca juga: Pengendara Maxim Ternyata Tak Kabur Tapi Tolong Pendeta tuk Dilarikan ke Rumah Sakit

Baca juga: Mendidik Peserta Didik: dari Kompetisi ke Kontribusi

Sementara itu, pemilik sertifikat, Fikram Faraid, menyampaikan kekecewaannya terhadap BPN yang berulang kali tidak merespons permintaan pembalikan batas sejak tahun 2020.


“Kami berkali-kali mengajukan permintaan tetapi tidak pernah ditindaklanjuti. Bahkan kami diminta menyerahkan sertifikat, padahal keluarga yang tinggal di sekitar lokasi belum tentu setuju,” ujarnya.

Terkait keberatan pihak yang mengantongi kuitansi, Fikram menilai klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum.

“Yang diakui negara hanya Sertifikat Nomor 1943. Kalau soal kuitansi, saya pun bisa bikin kuitansi Kantor Gubernur milik saya,” sindirnya. (*)

Sumber: Tribun Ambon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved