Banda Heritage Festival
Polemik Banda Heritage Festival: Surat Sekda Malteng Picu Kecaman Dianggap Anarkis dan Otoriter
Surat tersebut berisi ancaman pemotongan Alokasi DD jika desa-desa tidak berpartisipasi dalam penyelenggaraan Banda Heritage Festival.
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Mesya Marasabessy
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Beredarnya surat edaran kontroversial dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Maluku Tengah, Rakib Sahubawa, kepada para kepala desa di Kecamatan Kepulauan Banda, memicu sorotan tajam dan kekhawatiran publik.
Surat bernomor 412/579 tersebut berisi ancaman pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) jika desa-desa tidak berpartisipasi dalam penyelenggaraan Banda Heritage Festival 2025.
Baca juga: Sampah di Bibir Pantai Kota Bula Kian Bertambah, Warga Soroti Kinerja DLH SBT
Pemerintah Daerah Dituding Lakukan Pemerasan
Isi surat edaran yang diterima oleh camat dan 18 kepala desa di Kepulauan Banda ini sebenarnya bertujuan untuk menyukseskan Banda Heritage Festival 2025.
Namun, poin yang paling disoroti adalah adanya ancaman tegas: desa yang tidak mendukung kegiatan tersebut akan dikenai sanksi pemotongan ADD sebesar dua kali lipat dari jumlah yang diterima.
Pengamat kebijakan publik, Thomas Madilis, mengkritik keras kebijakan ini.
Menurut Madilis, tindakan pemerintah kabupaten melalui Sekda Rakib Sahubawa ini sangat anarkis dan otoriter.
"Pemerintah kabupaten Maluku Tengah jangan menjadi penjajah atas masyarakat Kepulauan Banda," tegas Madilis, Minggu (24/8/2025).
Baca juga: Pastikan Kota Bula Selalu Aman, Brimob Polda Maluku Tingkatkan Patroli
Anggaran Seharusnya dari Kementerian, Bukan Desa
Madilis menjelaskan bahwa Banda Heritage Festival adalah program yang berada di bawah naungan Balai Pelestarian Budaya Maluku, yang merupakan bagian dari Kementerian Kebudayaan.
Oleh karena itu, beban anggaran seharusnya tidak dibebankan kepada desa-desa melalui pemotongan ADD.
"Anggaran seharusnya langsung dari Kementerian," ujarnya.
Ia juga mempertanyakan mengapa pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, melalui Dinas Pariwisata, tidak mengalokasikan anggaran untuk acara tersebut.
"Atau memang karena anggaran di tiap-tiap pos dalam lingkaran OPD sudah tidak ada sehingga cara inilah yang dipakai oleh Sekda Maluku Tengah?" sindirnya.
Menurut Madilis, ancaman pemotongan anggaran adalah bentuk pemerasan dan teror terhadap para kepala desa.
Ia mendesak pemerintah Maluku Tengah untuk segera berkoordinasi dengan pihak Kementerian terkait masalah pendanaan, bukan justru menekan masyarakat dan pemerintah desa dengan ancaman semacam ini.
Surat edaran ini kini menjadi perbincangan hangat, memicu keresahan dan pertanyaan besar di kalangan masyarakat Kepulauan Banda mengenai transparansi dan tata kelola pemerintahan di daerah mereka. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.