Banda Heritage Festival
Banda Heritage Festival Jadi Polemik Buntut Desa Diancam Setor ADD, Fahri: Dasarnya Apa?
Pasalnya, kegiatan kebudayaan yang direncanakan berlangsung November 2025 itu menuai kritikan dari sejumlah pihak ihwal
Penulis: Silmi Sirati Suailo | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Jurnalis TribunAmbon.com, Silmi Sirati Suailo
MASOHI, TRIBUNAMBON.COM - Banda Heritage Festival, sebuah pagelaran tahunan yang diprakarsai oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku Tengah belakangan menjadi sorotan publik.
Pasalnya, kegiatan kebudayaan yang direncanakan berlangsung November 2025 itu menuai kritikan dari sejumlah pihak ihwal pernyataan ancaman dan proporsi ketentuan pembiayaan yang dibebankan ke pemerintah desa (Pemdes) di Banda.
Akar permasalahan bermula dari beredarnya surat yang ditandatangani Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku Tengah, Rakib Sahubawa, tertanggal 8 Agustus 2025.
Dalam isi surat termaktub perintah kepada Kepala Pemerintah Negeri (KPN) sebagai berikut :
b. Kepala Pemerintah Negeri:
- Semua Negeri WAJIB berpartisipasi dalam pelaksanaan Banda Heritage Festival sebagai peserta dan yang tidak mengikuti rangkaian kegiatan akan dikenakan denda pemotongan ADD sebesar dua kali jumlah ADD yang diperuntukkan sebagai dukungan pelaksanaan Banda Heritage Festival.
- Merencanakan persiapan kebutuhan alat dan bahan untuk mendukung kelancaran Banda Heritage Festival yang diputuskan melalui Musyawarah Negeri bersama Saniri Negeri dengan alokasi perkiraan dana yang bersumber dari ADD perubahan Tahun 2025, dianggarkan pada APBNeg Perubahan sebagai berikut:
- Dukungan Pemeliharaan Belang Nasional untuk 5 negeri (Pulau Ay, Tanah Rata, Wallang Spanciby, Combir Caseteron dan Selamon) masing-masing Rp.5.000.000.
- Dukungan Penyediaan Belang Nasional untuk 13 negeri (Nusantara, Dwiwarna, Kampung Baru, Merdeka, Rajawali, Lonthoir, Boiyauw, Dender, Waer, Pulau Rhun, Lautang, Uring Tutra Dan Pulau Hatta) masing-masing Rp.30.000.000.
- Dukungan Seremonial Adat buka kampung untuk Belang Adat untuk 6 belang (Lonthoir, Waer, Kampung Baru, Pulau Ay, Rosengging, dan Selamon) masing-masing Rp.10.000.000.
- Dukungan Seremonial Adat buka kampung untuk Belang Adat Namasawar (Nusantara, Merdeka dan Rajawali) masing-masing Rp.3.500.000.
- Dukungan Pemeliharaan Belang Adat untuk 3 negeri (Lonthoir, Waer dan Kampung Baru) masing-masing Rp.5.000.000.
- Dukungan Penyediaan Belang Adat (Nawasawar) untuk 3 negeri (Nusantara, Merdeka dan Rajawali) masing-masing Rp.27.000.000.
- Dukungan Penyediaan Belang untuk 3 negeri (Pulau Ay, Rosengging/Pulau Hatta, dan Selamon) masing-masing Rp.80.000.000.
- Dukungan Kebutuhan Pameran Pembangunan Negeri (PaNe)/Pasar Rakyat dan Kuliner untuk 18 negeri masing-masing Rp.2.000.000.
Ditelusuri, rupanya Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah XX Maluku juga menggelontorkan anggarannya tersendiri tuk kegiatan tersebut senilai Rp. 800 juta lebih.
Salah satu sorotan datang dari Ketua LSM PUKAT SERAM, Fahri Asyatri, ia menilai ada semacam ancaman pemotongan anggaran dana desa (ADD) bila Pemneg tak berpartisipasi dan tidak mengalokasikan anggaran dari ADD.
"Bila pihak desa tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan dimaksud dan tidak menganggarkan sebagaimana petunjuk dalam surat. Dimana anggaran yang harus dikontribusikan tertuang dalam surat terlalu besar jika dikucurkan dari anggaran dana desa," ujar Fahri.
Dirinya mempertanyakan, jika Pemda mendukung kegiatan tersebut kenapa sumber pendanaan lebih besar kepada desa-desa, tidak melalui APBD Kabupaten atau Dinas Pariwisata sebagai leading sektor yang menangani kegiatan promosi pariwisata dan kebudayaan.
"Yang menjadi sorotan ialah nada ancaman pemotongan ADD, itu dasarnya apa?. Sikap arogansi Pemda ini harus dijelaskan apa dasar hukumnya," pungkas Fahri. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.