Malteng Hari Ini

GEMA PENUH SETARA Tour Takilele di Pegunungan Seram Utara

GEMA PENUH SETARA Tour Takilele menyusuri kampung-kampung terpencil guna menggelar diskusi publik tentang pendidikan dan perampasan ruang hidup. 

Michael Amanukuany
GEMAH PENUH SETARA - GEMAH PENUH SETARA foto bersama dengan Masyarakat Negeri Administratif Hatuolo, Kecamatan Seram Utara, beberapa waktu lalu. 


‎Laporan JurnalisTribunAmbon.com, Silmi Sirati Suailo 

‎MASOHI, TRIBUNAMBON.COM - Gerakan Mahasiswa Pemuda Pegunungan Seram Utara (GEMA PENUH SETARA) mengadakan Tour Takilele menyusuri kampung-kampung terpencil guna menggelar diskusi publik tentang pendidikan dan perampasan ruang hidup. 

‎Berdasarkan rilis yang diterima TribunAmbon.com, Minggu (10/8/2025), berpusat di Negeri Administratif Hatuolo, Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah mereka bahu membahu dengan masyarakat setempat membangun sekolah darurat SD Negeri 355 Maluku Tengah.

‎Sekolah darurat dengan bahan seadanya tersebut dibangun secara kolektif oleh pihak sekolah, gerakan mahasiswa, dan masyarakat setempat.

Baca juga: Sekolah Darurat SDN 355 Malteng Jawab Kebutuhan Pendidikan Seram Utara


‎Negeri Administratif Hatuolo letaknya di Kawasan Taman Manusela dan merupakan salah satu negeri di Pegunungan Seram Utara.

‎Tentu, GEMA PENUH SETARA memberi perhatian khusus tuk sektor pendidikan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

‎"Kami tak lagi menunggu janji. Meski tergolong wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), kami tetap berhak atas pendidikan yang layak," tegas Michael Amanukuany, Koordinator Lapangan GEMA PENUH SETARA.

Baca juga: Dugaan Korupsi DD dan ADD Negeri Rarat SBT, Kerugian Capai Rp 400 Juta


‎GEMA PENUH SETARA menyoroti gegap gempita peringatan kemerdekaan, namun ada potret ketimpangan pendidikan. 

‎Michael bilang, gerakan ini dilakukan secara kolektif dan swadaya oleh masyarakat, dan pihak-pihak yang terlibat.

‎"Mengingat kondisi pendidikan di Negeri Hatuolo sangat memprihatinkan," tegas Michael.

‎Menurutnya, kondisi sekolah memprihatinkan. Gedung resmi hanya satu ruang, dipakai bersama oleh 15 murid dari kelas 1 hingga 6, dengan satu papan tulis dan meja-kursi seadanya. 



‎Proses belajar bahkan berlangsung di gedung Posyandu yang dialihfungsikan sementara menjadi ruang kelas.

‎"Meja dan kursi dibawa dari rumah. Buku-buku sangat terbatas. Perpustakaan pun tidak layak disebut perpustakaan," ungkapnya

‎Ironisnya, pada 2017 masyarakat sempat membangun gedung sekolah secara swadaya. Namun, bangunan itu roboh karena minimnya kualitas bahan dan tidak adanya bantuan dari pemerintah daerah.

‎Dirinya menambahkan  bahwa masyarakat menginginkan pemerintah Kabupaten Maluku Tengah untuk hadir dalam melihat hal ini.

‎"Pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah, diminta segera hadir, bukan hanya dengan seremonial, tapi dengan infrastruktur nyata, mobilier yang layak, dan pengakuan bahwa anak-anak Hatuolo juga bagian dari republik ini," Tutupnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved