Masohi Hari Ini
DPRD Malteng RDP dengan 3 Negeri Serut, Terkuak Polemik Dana Bagi Hasil Kemitraan PT. Nusa Ina
Dalam RDP itu, hadir tiga Kepala Pemerintah Negeri (KNP) dari Kobi-Maneo-Aketernate, staf negeri, dan sejumlah masyarakat mitra penerima DBH.
Penulis: Silmi Sirati Suailo | Editor: Ode Alfin Risanto
Laporan Jurnalis TribunAmbon.com, Silmi Sirati Suailo
MASOHI,TRIBUNAMBON.COM - DPRD Maluku Tengah kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas polemik Dana Bagi Hasil (DBH) Kemitraan dari perusahaan kelapa sawit PT. Nusa Ina Agro Manise di Seram Utara.
RDP gabungan komisi dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Maluku Tengah, Hery Men Carl Haurissa, berlangsung di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Maluku Tengah Senin (19/5/2025).
Dalam RDP itu, hadir tiga Kepala Pemerintah Negeri (KNP) dari Kobi-Maneo-Aketernate, staf negeri, dan sejumlah masyarakat mitra penerima DBH kemitraan.
Ketiga KPN diminta menjelaskan landasan hukum kenapa DBH Kemitraan dari tahun 2015 sampai 2019 dibayarkan langsung ke pemerintah negeri bukan kepada para mitra.
"Kami minta para KPN menyiapkan dokumen pembayaran DBH Kemitraan dari pihak perusahaan dari tahun 2015 sampai 2019. Sebab dari awal kontrak tahun 2011 itu pembayaran 70:30 harus dibayarkan ke masyarakat pemilik lahan, tetapi 2015 mekanisme itu berubah, landasannya hukumnya apa?," tanya Ketua DPRD Maluku Tengah, Haurissa.
Terkuak, rupanya ada perekatan perjanjian kerjasama kemitraan dimiliki oleh tiga KPN pemilik petuanan, dimana tertuang dalam akta kerjasama kemitraan terbitan tahun 2008 kemudian dipertegas dalam akta 2020, yang didalamnya memperjelas landasan pembayaran DBH langsung ke pemerintah negeri.
Ketua Saniri Negeri Aketernate, Jefri Balkewam menerangkan, ketiga negeri sama-sama punya akta perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan tertanggal 11 Maret 2008 dan dipertegas dengan akta peralihan tanggal 6 November 2020.
"Dengan demikian perusahaan berhak membayar kepada masyarakat adat pemilik petuanan. Dengan perekatan perjanjian itulah kita pemilik tanah ulayat petuanan secara sah punya landasan hukum, tinggal bagaimana diuji keabsahannya," ujar Jefri.
Baca juga: DPRD Malteng Minta Perusahan Tambak Udang PT WLI di Serut Bertanggung Jawab atas Dampak Pencemaran
Sementara itu, Raja Kobi, Muhammad Saleh Kiahali juga menjelaskan hal yang sama. Kata dia, semua tahapan sama antar ketiga negeri.
"Kenapa perusahaan perlu membayar ke negeri? berdasarkan perjanjian kerjasama tahun 11 Maret 2008, dan dipertegas 2020. Pemerintah negeri Kobi beserta Saniri dan masyarakat Negeri Kobi menyurati memohon perlindungan hukum tentang tanah ulayat ke BPN Maluku Tengah," terangnya.
Lanjutnya, ada juga surat balasan dari BPN Maluku Tengah ke Pemerintah Negeri Kobi tentang perlindungan hak atas tanah ulayat atau petuanan.
Saat itu, pihaknya juga sudah membuat pemberitahuan di media sosial sampai media masa bahwa pihak-pihak yang memiliki tanah di wilayah petuanan Negeri Kobi yang bermitra ke PT. Nusa Ina Group Agro Manise agar dapat memasukan datanya ke pemerintah negeri.
"Ternyata pada saat itu, ada yang memasukan datanya, namun kami mendapat temuan bahwa tertulis tanah dati, yang mana sampai saat ini kami tidak tahu menahu soal tanah dati," tutur Kiahali.(*)
Docking Tahunan, Feri Rute Tulehu-Masohi Masih Berhenti Operasi |
![]() |
---|
Harga Cabai Rawit di Pasar Binaiya Masohi Pekan ini Melandai Rp. 120 Ribu per Kilo |
![]() |
---|
Jelang HUT RI, Rutan Kelas II B Masohi Beri Remisi 83 Warga Binaan |
![]() |
---|
Banda Heritage Festival Segera Digelar, Dody Wiranto: Kearifan Lokal Jadi Fokus Utama |
![]() |
---|
Operasional Pelabuhan Penyeberangan Feri Tulehu-Masohi Terhenti, Kadis Ngaku tak Tahu Soal Docking |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.