Pilkada 2024

Petitum Saling Bertentangan, MK Tak Terima Gugatan Sengketa Pilkada Buru Selatan dan SBT

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Buru Selatan dan Kabupaten SBT.

Bangkapos
SIDANG SENGKETA PILKADA - Suasana sidang sengketa Pilkada 2024 di ruang sidang panel 1, Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/1/2025). Mahkamah Konsitusi (MK) menolak gugatan sengketa hasil Pilkada 2024 SBT dan Buru Selatan, Rabu (5/2/2025). 

TRIBUNAMBON.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Buru Selatan dan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).

Hal tersebut disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 108/PHPU.BUP-XXIII/2025 dan perkara Nomor 209/PHPU.BUP-XXIII/2025, yang digelar pada Rabu (5/2/2025).

"Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar Suhartoyo didampingi delapan hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno, Gedung I MK, Jakarta.

Untuk gugatan yang diajukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buru Selatan Nomor Urut 3 Safitri Malik Soulisa-Hemfri Lesnussa, MK menguraikan, Pemohon mendalilkan dugaan tercampurnya suara sah dengan suara hasil pelanggaran dalam pemilihan bupati (Pilbup) Kabupaten Buru Selatan oleh KPU Kabupaten Buru Selatan selaku Termohon.

Namun, Malik-Lesnussa tidak menguraikan secara jelas mengenai kesalahan hasil penghitungan suara menurut Termohon.

Baca juga: Gugatan Sengketa Pilbup Kepulauan Tanimbar Tak Diterima MK, Ini Alasannya

Baca juga: MK Putuskan Tak Terima Gugatan Sengketa Pilbup Kepulauan Aru

Pemohon, kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, hanya menyatakan bahwa penghitungan suara menurut KPU Kabupaten Buru Selatan adalah suara masing-masing pasangan calon yang dikurangi dengan perolehan suara sah yang bercampur dengan suara hasil pelanggaran yang terjadi di beberapa tempat pemungutan suara (TPS).

Adapun dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, hanya dikenal suara sah dan suara tidak sah

"Seharusnya Pemohon dapat menguraikan secara rinci bagaimana terjadinya perselisihan suara tersebut pada masing-masing TPS yang didalilkan oleh Pemohon. Oleh karena itu, terkait dengan bagian posita tersebut tidak dapat dipahami maksudnya, sehingga Mahkamah tidak dapat mengetahui secara pasti apa yang didalilkan oleh Pemohon," ujar Enny.

Selanjutnya, Mahkamah menemukan fakta hukum di mana terdapat pertentangan antara Petitum angka 3 dengan 4 Pemohon.

Mahkamah tidak mungkin untuk mengabulkan petitum tersebut, karena tidak mungkin menetapkan perolehan suara yang benar, kemudian dilakukan penghitungan ulang surat suara dan pemungutan suara ulang (PSU).

"Oleh karenanya, rumusan petitum tersebut saling bertentangan sehingga menyebabkan permohonan Pemohon menjadi tidak jelas atau kabur," ujar Enny.

Sementara itu, terkait gugatan Pilkada SBT, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pertimbangan Mahkamah.

Dalam permohonan tidak menguraikan dan menjelaskan berapa jumlah suara yang benar menurut Pemohon dalam hal ini Pasangan Calon Nomor Urut 2 Rohani Vanath-Madja Rumatiga dan Pihak Terkait, yakni pasangan calon nomor urut 1. 

Pemohon hanya memuat tabel perolehan suara dari masing-masing pasangan calon berdasarkan penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU SBT.

Pemohon juga hanya mendalilkan, Pihak Terkait memperoleh 21.993 suara dengan cara yang curang dan melanggar asas demokrasi. 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved