Oknum Polisi Maluku yang Aniaya 3 Bocah Dituntut 5 Bulan Penjara
Anggota Polda Maluku, Jeisly Matahelumual yang aniaya tiga orang anak dibawah umut di Halong dituntut 5 Bulan Penjara.
Penulis: Maula Pelu | Editor: Tanita Pattiasina
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Maula M Pelu
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Anggota Polda Maluku, Jeisly Matahelumual dituntut 5 Bulan Penjara.
Jeisly Matahelumual merupakan terdakwa penganiayaan tiga anak bawah umur di Negeri Halong, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon.
Akibat insiden itu, ketiga korban mengalami luka-luka.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ambon, Elsye Benselina dalam sidang di Pengadilan Negeri Ambon yang dipimpin Majelis Hakim Martha Maitimu didampingi 2 Hakim anggota, Senin (14/10/2024).
Jaksa menilai terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Bripda Jeisly Aniaya Tiga Anak di Bawah Umur, Kabid Humas Polda: Berawal dari Pencurian Ayam
Baca juga: Bawaslu Buru Buka Layanan Pelaporan Dugaan Pelanggaran Pilkada 2024, Simak Info Lengkapnya
“Menuntut terdakwa Jeisly Matahelumual dengan hukuman pidana penjara 5 bulan dan dikurangi masa tahanan yang dijalani terdakwa,” kata JPU.
Sebelum membacakan tuntutan, Jaksa mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan.
Hal meringankan yakni telah ada perjanjian damai dengan pihak keluarga dan terdakwa belum pernah dihukum.
Sementara itu kepada TribunAmbon.com, Kuasa Hukum terdakwa, Henry S. Lusikooy mengatakan lima bulan kepada kliennya sangat berlebihan.
Pasalnya, telah ada upaya damai oleh terdakwa bersama dengan pihak keluarga.
“Surat penyataan damai yang sudah di tanda tangani oleh ke 3 orang punya orang tua karena mereka masih di bawah umur sehingga orang tua yang mewakili,” jelas Henry.
Atas langkah mediasi itu, dirinya tegaskan bahwa seharusnya dilakukan keadilan restorative.
“Berdasarkan surat perdamaian yang di buat maka seharusnya di tingkat penyidikan dan tingkat penunjukan harus dilakukan restorative justice,” tegasnya.
“Kalau tidak di lakukan restorative justice, sama dengan pembangkangan terhadap perintah pimpinan, karena ada surat kapolri tentang tidak semua perkara yang harus sampai ke persidangan, harus di lakukan restorative justice. Kemudian pula Jaksa Agung ada surat tentang restorative justice. ini menjadi pertanyaan kenapa tidak dilakukan restorative justice padahal ada pernyataan damai,” tambah Kuasa Hukum terdakwa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.