Kebijakan Power Wheeling Berdampak Negatif, Hanya Jadi Benalu dalam Transisi Energi Nasional
Penerapan Power Wheeling justru dapat merugikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), APBN, dan konsumen secara akumulatif.
Sejak penerapan skema Power Wheeling di Filipina, harga listrik mengalami kenaikan sebesar 55 % .
Jika hal ini terjadi di Indonesia, masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah, akan menghadapi beban finansial yang berat, terutama jika harga listrik ditentukan berdasarkan mekanisme pasar.
2. Potensi Terbentuknya Kartel
Power Wheeling memungkinkan produsen listrik swasta menjual langsung ke konsumen dan menetapkan harga sesuai dengan dinamika pasar.
Hal ini membuka peluang bagi pembentukan kartel yang dapat memonopoli harga dan mengurangi persaingan sehat di sektor ketenagalistrikan.
3. Keberlanjutan Pasokan Listrik
Filipina menghadapi krisis energi dan sering mengalami pemadaman listrik setelah privatisasi sektor kelistrikan.
Tantangan serupa bisa terjadi di Indonesia jika pasokan listrik tidak dijaga dengan baik, dan intermitensi dari pembangkit energi baru terbarukan dapat mengganggu keandalan sistem.
4. Beban APBN
Di Indonesia, Power Wheeling berpotensi menambah beban APBN secara signifikan. Skema ini diperkirakan akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30?n non-organik hingga 50 % . Akibatnya, biaya produksi listrik naik, sementara pemerintah harus menanggung kompensasi besar untuk menjaga tarif listrik tetap terjangkau.
Tantangan-Tantangan Lain yang Dihadapi Indonesia
Selain belajar dari pengalaman Filipina, Indonesia perlu menghadapi beberapa tantangan utama dalam implementasi Power Wheeling, termasuk:
1. Regulasi yang Mendukung:
Diperlukan kerangka hukum yang jelas dan tegas untuk memastikan kepastian hukum dalam hubungan antara PLN, produsen listrik swasta, dan konsumen.
Regulasi yang tepat juga diperlukan untuk menghindari potensi pembentukan kartel di sektor ketenagalistrikan.
2. Keberlanjutan Investasi
Power Wheeling membutuhkan investasi besar dalam pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan.
Pemerintah harus memastikan adanya kepastian investasi yang cukup untuk mendorong minat produsen listrik swasta dalam berinvestasi.
3. Beban Subsidi Listrik
Dengan skema Power Wheeling, tarif listrik akan ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran (demand and supply).
Ketika permintaan tinggi dan pasokan tetap, tarif listrik pasti naik, yang berakibat pada kenaikan subsidi listrik yang harus ditanggung oleh APBN.
4. Keberlanjutan Pasokan
PLN harus menanggung beban tambahan dari spinning reserve dan intermitensi pembangkit energi baru terbarukan.
Ini akan mempengaruhi biaya pokok produksi (BPP) listrik, yang dapat berujung pada kenaikan tarif listrik untuk konsumen atau peningkatan subsidi dari APBN.
Penerapan Power Wheeling justru dapat merugikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), APBN, dan konsumen secara akumulatif.
Oleh karena itu, Power Wheeling dinilai lebih sebagai "benalu" dalam transisi energi, yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi negara.
Dengan memperhatikan berbagai perspektif ini, kebijakan Power Wheeling sebaiknya ditinjau kembali agar dampak negatif yang mungkin timbul dapat diminimalisir, demi menjaga kestabilan dan ketahanan energi nasional serta melindungi kepentingan ekonomi negara dan masyarakat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.