Maluku Terkini

79 Tahun Indonesia Merdeka, 11 Negeri di Pegunungan Seram Utara Jauh dari Kata Merdeka

kata ‘Merdeka’ belum dirasakan makna sesungguhnya oleh masayakat adat di Maluku, terkhususnya 11 Negeri yang mendiami kaki pegunungan Manusela.

Ist
Gerakan Mahasiswa Pemuda Pegunungan Seram Utara (GEMA PENU SETARA) suarakan beragam persoalan 11 Negeri di Pegunungan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Segenap bangsa Indonesia turut merayakan HUT Kemerdekaan yang ke-79, namun hal demikian belum dirasakan masyarakat yang bermukim pada 11 Negeri di Pegunungan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Kepada TribunAmbon.com, Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pemuda Pegunungan Seram Utara (GEMA PENU SETARA), Eston Halamury mengungkapkan bahwa kata ‘Merdeka’ hingga kini belum dirasakan makna sesungguhnya oleh masayakat adat di Maluku, terkhususnya 11 Negeri yang mendiami kaki pegunungan Manusela.

Mulai dari Negeri Huaulu, Roho, Kanike, Maraina, Manusela, Hatuolo, Elemata, Kaloa, Solea, Kabauhari, sampai ke Negeri Maneo.

“Negara Indonesia menuju Indonesia Emas di tahun 2045, namun hingga saat ini pemerataan pembangunan, pendidikan dan kesehatan belum terjawab. 11 Negeri di daerah Pegunungan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, masih sangat jauh dari kata merdeka itu. Berbagai keterbatasan dan keterbelakangan tidak diperhatikan pemerintah,” umgkapnya, Minggu (18/8/2024).

Selaku anak adat yang tumbuh dan besar di Hutan Seram, dirinya sangat tahu dan merasakan apa yang keluhan yang dialami masyarakat pegunungan Seram Utara saat ini. 

Halamury pun memaparkan beragam permasalahan yang terjadi sebagai berikut :

1. Negeri Huaulu 
Sebagian besar di warga Negeri Huaulu tidak tau apa itu Merdeka, bahkan bagi mereka Pendidikan belum dirasa begitu penting lantaran mereka masih bertahan hidup dengan eksistensi adat istiadat.

Mereka bertahan hidup dengan mengelola dan bergantung pada hasil alam, wilayahnya beririsan dengan wilayah Taman Nasional. Tak dapat dipungkirinya kalau Balai Taman Nasional Manusela telah mengikis nilai adat dan budaya serta membatasi mata pencaharian masyarakat adat. 

Sektor Pendidikan masih jauh tertinggal, guru-guru PNS yang ditempatkan untuk mengajarn di SD Negeri 330 Maluku Tengah hanya datang sesekali.
“Pendidikan mereka juga masih sangat terbatas. Guru-guru PNS yang mengajar di SD N 330 Malteng juga hanya mengajar dalam dua kali dalam sebulan,” kata Halamury.
Hal serupa juga terjadi pada sektor Kesehatan. Terdapat satu Puskesmas Pembantu (Pustu), namun kurangnya tenaga medis sehingga pelayanan pun sangat minim.

2. Negeri Roho 
Negeri Roho terbagi atas tiga bagian; Roho Gunung, Roho Lintas dan Roho Pantai.

Roho gunung belum merasakan sepenuhnya kemerdekaan itu dan mereka di kepung oleh Taman Nasional Manusela. Di Roho gunung ini juga tidak ada Polindes untuk pelayanan kesehatan yang ada hanyalah biang kampong (sebutan bagi orang yang membantu proses persalinan tradisional).

Di Roho Lintas terdapat SD Negeri 255 Maluku Tengah yang masih kekurangan fasilitas seperti perpustakaan, buku-buku bacaan dan buku pelajaran. Terdapat juga SMP Negeri 113 Maluku Tengah, mirisnya hanya nama sekolah tanpa bangunan fisik. Dampaknya masyarakat enggan menyekolahkan anak mereka di SMP tersebut.

Turun ke Roho Pante (Pantai), masalah yang dialami yakni pencemaran lingkungan. Warga kesulitan menikmati air yang bersih dan udara yang segar akibat dari limbah pabrik (Tambak udang). Di sini juga belum tersentuh pelayanan kesehatan.

3. Negeri Kanike
Negeri Kanike masih tertindas dan tidak menikmati hasil kunjungan dari luar yang naik ke Gunung Binaya, karena semuanya dikuasai oleh Balai Taman Nasional Manusela. 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved