Korupsi di Maluku
Petrus Fatlolon Kembali Disebut Jadi Dalang SPPD Fiktif Tanimbar
Nama PF kembali disebut saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada saksi Ricky Jauwerissa yang merupakan
Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina
AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Nama Mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Petrus Fatlolon kembali muncul di sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif BPKAD KKT tahun anggaran 2020, Senin (4/12/2023).
Nama PF kembali disebut saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada saksi Ricky Jauwerissa yang merupakan Wakil Ketua DPRD KKT dan Erens Feninlambir anggota DPRD terkait bagaimana dengan perencanaan penganggaran APBD.
Diketahui, Ricky dan Erens merupakan salah satu saksi yang hadir namun tak masuk list nama penerima uang dari BPKAD.
Ricky selaku Wakil Ketua DPRD KKT sejak tahun 2019 mengatakan penganggaran APBD induk 2020 dilakukan sejak tahapan awal di tahun 2019.
Dalam penganggaran, BPKAD menganggarkan anggaran Perjalanan dinas hingga Rp 9 Miliar.
Namun DPRD tak setuju.
Baca juga: Nama Petrus Fatlolon Muncul di Sidang SPPD Fiktif Tanimbar, Disebut Pemberi Perintah
Komisi C DPRD setuju memangkas anggaran perjalanan dinas hingga Rp 1,5 Miliar.
“Akhirnya pembahasan dimulai di tingkat Komisi C, alot, terkait dengan perjalanan dinas bpkd sebesar 9 miliar dan akhirnya teman-teman dari Komisi C menyetujui untuk mengurangi dari 9 miliar jadi 1,5 Milar," kata Ricky.
Lanjutnya, setelah pembahasan di Komisi, kemudian berlanjut ke Banggar. Anggaran tersebut tetap disetujui Rp 1,5 miliar.
"Setelah itu setelah bahas tingkat komisi, komisi menyampaikan laporan kerja komisi ke banggar kemudian Banggar memastikan TAPD dan akhirnya juga setuju untuk merealisasi usulan komisi yaitu perjalanan dinas BPKAD hanya sebesar 1,5 miliar,” Ujarnya.
Saat pembahasan di Banggar, Petrus Fatlolong sempat mengundang DPRD ke Ruang kerjanya.
Ia meminta untuk tak dipotong anggaran tersebut dengan dahlil untuk diberikan untuk menjaga relasi dengan Forkopimda, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat
“Nah disitu pak Petrus langsung menyampaikan bahwa tolong anggaran ini jangan dipotong karena anggaran 9 miliar ini juga akan digunakan untuk membiaya forkopimda, toko agama, toko masyarakat ketika ada kebutuhan. jadi ini memang sudah disiapkan untuk bagaimana menjaga relasi ketika ada kebutuhan-kebutuhan yang di luar kebutuhan yang di luar ASN ya, karena kan perjalanannya dinas berlaku untuk ASN. Ternyata setelah muncul ternyata ini tidak ada aliran dana ke Forkopimda juga baik untuk tokoh agama tokoh masyarakat," tambahnya.
Ricky menilai, SPPD Fiktif ini telah diatur sedari awal oleh Petrus Fatlolon.
Sehingga meminta agar tak dipotong anggaran tersebut.
"Maka beta berpendapat bahwa kejahatan ini sudah terstruktur dari awal dan yang melakukan perencanaan ini adalah saudara Petrus Fatlolon. Karena dia yang secara langsung mengundang Pimpinan dan banggar untuk meminta itu jangan dipotong. nah di saat dalam rapat itu juga kita secara pribadi juga membantah itu Bahwa untuk menaikkan dan menurunkan anggaran itu bukan di kantornya harusnya di kantor DPRD," tambahnya.
"Tetapi juga waktu itu telah lewat karena banggar sudah menyetujui untuk memotong, akhirnya sempat berdebat panjang. Terus kemudian Petrus sendiri sempat berdiri dan langsung minta beta untuk tenang dan kemudian dilanjutkan dengan beberapa dialog Terus setelah itu kita keluar semua. tetapi ternyata setelah APBD itu disahkan tetap 9 miliar. jadi secara tidak langsung apa yang orang selama ini berbicara terdekat isu APBD siluman di KKT ya mungkin ini salah satunya karena di DPRD itu sudah dipotong menjadi 1,5 tapi dia kembali lagi Jadi 9 Miliar," tambahnya.
Namun ternyata, meski tak disetujui oleh DPRD, namun dalam APBD anggaran perjalanan dinas BPKAD tetap Rp 9 miliar.
"Tapi jujur setelah selesai penyempurnaan itu harus ada satu tahapan lagi seharusnya dilakukan yaitu penyampaian SK dan penandatanganan SK secara seremonial tetapi beta sendiri selaku salah satu pimpinan tidak pernah menandatangani SK itu dan agenda itu memang tidak pernah dilakukan tiba-tiba APBD sudah jadi begitu," tandasnya.
Atas kesaksian Ricky Jauwerissa, terdakwa Jonas Batlayeri tidak membantah hal tersebut.
Jonas hanya menyinggung terkait dengan anggaran SPPD Sekretariat DPRD KKT yang mencapai Rp 12 Miliar.
Sementara itu, atas kesaksian Ricky Jauwerissa dan Erens Feninlambir, pimpinan sidang Haris Tewa mengapresiasi hal tersebut.
“Nah dengan adanya undangan ini kemudian ketemu bisa berada di sidang dan hakim juga memberikan kesempatan untuk ketemu berbicara dan dengan fakta-fakta persidangan yang disampaikan langsung oleh Pak Yonas juga bahwa beta dengan Pak Erens pung nama tidak ada. Jujur kami kaget ketika semua penjelasan disampaikan hakim langsung apresiasi, “ ungkap Jauwerissa saat dikonfirmasi kembali TribunAmbon.com. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.