Maluku Terkini

3 Tahun Pelaporan Dugaan Akta Bodong Tak Jalan, Nenek 63 Tahun Sampaikan Surat Terbuka Tuk Kapolri

Surat terbuka yang dibacakan lewat unggahan video di akun TikTok @brilian_novera itu dibuat lantaran hingga kini progres kasus tidak jelas setelah tig

Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
@brilian_novera
Ludya Soplanit (63) membuat surat terbuka untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Ludya Soplanit (63) membuat surat terbuka untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait pelaporan dugaan pembuatan dokumen palsu di Polda Maluku.

Surat terbuka yang dibacakan lewat unggahan video di akun TikTok @brilian_novera itu dibuat lantaran hingga kini progres kasus tidak jelas setelah tiga tahun setelah pelaporan.

Soplanit membacakan surat terbuka itu dengan harapan suara hatinya dapat didengar dan ditindaklanjuti.

Begini isi surat yang diunggah, Kamis (10/8/2023) itu.

Perkenalkan nama saya Ludya Papilaya/Soplanit, umur 63 tahun, pekerjaan petani, status janda.

Beralamat Di Negeri Soya Kcamatan Sirimau Kota Ambon.

Partma-tama saya mengucapka puji sukur kehadirat Tuhan yang maha esa atas kesempatan yang baik ini saya dapat membaca surat ini dengan kondisi sehat walafiat.

Bahwa saya juga mendoakan semoga Bapak Kapolri diberikan kesehatan dan perlindungan dari Tuhan yang Maha Esa dan menjalankan tugas-tugas kenegaraan.

Bapak Kapolri yang sangat saya hormati, sebelumnya saya mohon maaf karena sudah membuat surat seperti ini kepada Bapak, namun bagi saya ini adalah cara terakhir untuk mencari keadilan dan kepastian hukum bagi saya pribadi, sebab dari tahun 2021 hingga saat ini saya telah mencari keadilan di Institusi Kepolisian terlebih khusus Polda Maluku tetapi sampai saat ini belum juga saya dapatkan.

Bapak Kapolri yang saya hormati, fakta yang sering ditemukan di negeri ini, sangat sulit bagi kami masyarakat kecil untuk mencari keadilan apalagi dibenturkan dengan orang-orang mempuyai jabatan atau kedudukan ekonomi yang mampuh maka hukum cendrung untuk melindungi mereka sedangkan kami masyarakat kecil diabaikan.

Hal ini saya sendiri mengalami kondisi tersebut dimana saya adalah seorang janda yang tidak mempunyai jabatan dan uang, melaporkan dugaan tindak pidana yang merugikan saya yang diduga dilakukan seseorang yang mempunyai kedudukan ekonomi mampu, namun laporan saya hanya berjalan ditempat.

Padahal laporan ini kurang lebih 3 tahun bergulir di Kepolisian mulai dari tahun 2021 hingga saat ini laporan tersebut tidak ada kejelasan.

Laporan ini saya laporkan pada Polda Maluku dan ditangani oleh Ditreskrimum Polda Maluku dengan nomor laporan Polisi : LP/B/439/X/2021/SPKT/POLDA MALUKU.

Baca juga: Kasus Akta Bodong Stagnan, Laudya Soplanit Pertanyakan Kinerja Ditreskrimum Polda Maluku

Bahwa lewat surat ini saya selaku seorang janda yang sudah lanjut usia memohon kepada Bapak Kapolri agar dapat melihat kami masyarakat kecil terlebih khususnya saya yang saat mencari keadilan di Institusi Kepolisian Polda Maluku terhadap laporan saya yang kini masih terkatung-katung di Ditreskrimum Polda Maluku. Dan semoga lewat surat terbuka ini Bapak Kapolri dapat mendengar suara saya.

Saat dikonfirmasi TribunAmbon.com, Sabtu (12/8/2023) Noke Siahaya, menantu dari Ludya Soplanit membenarkan isi video tersebut.

"Beliau jenuh bahkan kecewa lantaran pelaporan dugaan akta bodong sejak tahun 2021 tak tertangani hingga saat ini makanya membuat video surat terbuka kepada Kapolri," ungkapnya, Sabtu (12/8/2023).

Dijelaskan, pelaporan atas dugaan pembuatan akta bodong tentang pelepasan hak dan ganti rugi lahan oleh Tan Kho Hang Hoat alias Fat telah merugikan Ludya Soplanit selaku ahli waris.

"Sesuai dengan Laporan Polisi bernomor LP/B/439/X/2021/SPKT/ Polda Maluku, tertanggal 8 Oktober 2021, atas dugaan tindak pidana pembuatan akta palsu/bodong tentang pelapasan hak dan ganti rugi lahan di Kantor Dinas Kesehatan Maluku di Karang Panjang Ambon yang dilakukan oleh terlapor Tan Kho Hang Hoat alias Fat," jelasnya.

Siahaya mengungkapkan kasus tersebut bahkan sudah diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebanyak dua kali.

"Bahkan sudah dua kali penerbitan SPDP. Namun sampai sekarang ini belum ada kepastian atas laporan tersebut, yang semestinya kalau sudah ada SPDP paling tidak didahului dengan gelar perkara, yang dari gelar perkara itu menentukan ada unsur pidana atau tidak dalam laporan tersebut," tuturnya.

Lanjutnya, informasi terakhir yang didapat dari penyidik bahwa salinan akta sudah diperoleh kepolisian.

Baca juga: Cari Solusi Soal Minuta Akta, Ahli Waris Lahan di Kawasan Kantor Dinkes Maluku Datangi Kemenkumham

Sehingga dirinya berharap pengujian terhadap akta yang diduga bodong atau palsu itu dapat segera dilakukan.

"Dari informasi yang ahli waris peroleh bahwa penyidik sudah ditemukan minuta atau salinan naskah asli yang tersimpan notaris. Olehnya itu kalau sudah ada nota asli maka perkara ini lebih terbuka. Sehingga dimohon untuk lakukan pengujian atas tanda tangan maupun cap jempol supaya terang akta tersebut ditandatangani oleh pelapor atau bukan," terangnya.

Siahaya menilai, kasus seperti ini semestinya mendapat perhatian serius dari kepolisian, karena praktik mafia tanah sangat merugikan masyarakat.

"Kejahatan seperti ini seharusnya kepolisian bertindak serius, karena ini mengarah pada mafia tanah," cetusnya.

Persoalan ini pun telah diteruskan ke Lembaga-lembaga yang berwenang, namun belum juga mendapat kepastian hukum.

"Sebelumnya sudah menyurati kapolda Maluku, Divisi Propam Mabes Polri, tembusan juga ke Komisi III DPR RI, Kapolri, Ombudsman RI dan Kompolnas. Namun karena kecewa belum ada kejelasan terkait pelaporan tersebut maka dibuatlah video surat terbuka di media sosial yang ditujukan kepada Kapolri," tutupnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved