Ambon Hari Ini

Henry Tuhusula, si Pembuat Ukulele Berbahan Tempurung Kelapa

Tidak sampai disitu ada juga ukulele yang dibuatnya dari kulit buah kalabasa, pipa paralon, bahkan ada yang dari bola pelampung jaring ikan.

Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
TribunAmbon.com/ Jenderal Louis
Henry Tuhusula, pembuat ukulele dari tempurung kelapa, Selasa (11/7/2023). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Bermain alat musik ukulele kini jadai trend di kalangan anak-anak di Maluku.

Kebanyakan ukulele yang dimainkan adalah ukulele konvensional dibeli dari toko alat musik dengan bahan dasar kayu.

Namun ukulele satu ini cukup berbeda.

Pasalnya bahan yang dipakai ialah tempurung atau batok kelapa.

Oleh Henry Tuhusula yang juga sebagai guru musik di SMA Negeri 10, Desa Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Dirinya membuat ukulele dengan bahan dasar tempurung kelapa.

Tidak sampai disitu ada juga ukulele yang dibuatnya dari kulit buah kalabasa, pipa paralon, bahkan ada yang dari bola pelampung jaring ikan.

Saat diwawancarai TribunAmbon.com, pria 50 tahun itu mengungkapkan awalnya ide pembuatan ukulele untuk menjawab kebutuhannya dalam bermain musik.

"Membuat ukulele untuk menjawab kebutuhan ya. Pertama terinspirasi dari dari keberadaan ukulele pada waktu remaja ingin punya alat musik tapi belum punya. Kemudian dengan hasil alam disekitar berupa batok kelapa atau tempurung kelapa ini kita buat seadanya, dulu masih satu buah tempurung saja, setelah bersekolah baru mengetahui bahwa ukulele ini merupakan peninggalan Portugis sewaktu menjajah Maluku," ucapnya saat ditemui di ruang penyimpanan alat musik SMA N 10 Ambon, Selasa (11/7/2023).

Baca juga: Peringati Hari Musik Sedunia, Direktur AMO Gelar June Festival di Halaman Rumah

Baca juga: Basudara Benelli Ambon: Rindu yang Menyeruak hingga Dijamin Auto Ganteng

Dijelaskan, ukulele yang dibuatnya sangat beragam, tidak hanya menggunakan satu tempurung kelapa saja tetapi dengan dua, tiga, bahkan empat tempurung dibentuknya menjadi sebuah ukulele dengan inovasi sendiri.

"Sekarang ini sudah semacam inovasi melihat bentuk ukulele ini kan bukan hanya satu lalu bagaimana kalau ide muncul untuk membuat ukulele lebih dari satu batok kelapa. Artinya bukan satu tempurung saja tapi ada dua atau tiga bahkan empat kemudian digabungkan," jelasnya.

Ukulele yang diproduksinya tidak hanya untuk dipakai pribadi, namun sudah digunakan untuk komunitas ukulele.

"Ini bukan hanya untuk dipakai pribadi tapi juga untuk komunitas ukulele, termasuk anak-anak sekolah, dimana panggilan saya sebagai seorang guru musik memberikan warna yang lain dari ukulele," cetusnya.

Keahliannya itu didapat secara otodidak, dengan mempelajari lewat tutorial yang dapat diakses lewat internet.

"Kemampuan untuk membuat ukulele ini selain belajar sendiri, kita juga belajar dari pengalaman orang lain seperti video-video pembuatan ukulele modern di YouTube. Pelajari pembuatan nadanya bagaimana, kemudian kita mengerti sendiri lalu mencoba untuk membuat sendiri. Dari yang pertama akhirnya mengetahui teknik-teknik dalam pembuatan ukulele, selain itu juga bisa membuat model sendiri dari yang sudah ada sebelumnya," tuturnya.

Lanjutnya, untuk menghasilkan satu alat music itu, dia membutuhkan waktu empat hari hingga satu pekan.

"Dalam pembuatan ukulele kalau bahan-bahannya sudah siap bisa memakan waktu paling cepatnya 4 hari. Lamanya di proses pengeringan lem pada sambungan batok kelapa. Kalau terburu-buru dalam proses pembuatan bisa jadi ada hal yang terlewati sehingga hasilnya nanti tidak terlalu bagus," ungkapnya

Ingin memberi rona tersendiri menjadi motivasi baginya untuk membuat ukulele dari bahan yang tak lazim.

"Ide untuk pembuatan ukulele dari tempurung kelapa ada juga kalabasa merupakan satu ide yang memberikan warna dengan tujuan bahwa kita di Maluku boleh bangga punya kompetensi main ukulele tetapi warna kita itu harus beda dan karena itulah saya merasa terpanggil untuk membuat warna yang berbeda pada ukulele," ucapnya.

"Tujuannya kalau kita bangga dengan ukulele tapi kalau kita punya warna itu dari luar Maluku maka kesannya tidak ada hal yang bisa kita banggakan. Oleh karena itu ukulele tempurung kelapa menjadi ciri bahwa dulu zaman Portugis ukulele tempurung kelapa itu sudah ada dan ketika yang sekarang kita membuat inovasi dengan lebih dari satu batok itu menjadi warna yang berbeda dan sebuah nilai untuk memperkaya musik sebagai kota yang dijuluki Ambon city of music," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Ambon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved