Pemprov Maluku Raih Opini WTP BPK dengan 7 Temuan Masalah pada LHKP

BPK menemukan permasalahan dalam Laporan Kerja Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Maluku Tahun 2022.

Tanita
Pemerintah Provinsi Maluku kembali meraih penghargaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan permasalahan dalam Laporan Kerja Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Maluku Tahun 2022.

Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK RI Laode Nusriadi mengungkapkan ada 7 temuan yang bersumber pada kelemahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penyusunan laporan keuangan Tahun 2022 dan pengelolaan keuangan daerah.

Yang pertama yakni salah klasifikasi penganggaran belanja modal pada 4 SKPD dan juga pengolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang belum memadai.

"Pertama salah klasifikasi penganggaran belanja modal pada 4 SKPD, belanja Bantuan Operasional Sekolah pada satu SKPD kedua pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah atau Bos belum memadai antara lain tidak adanya surat pengesahan atas penerimaan penerimaan Dana bos pada sp2b tidak berdasarkan nilai transfer yang diterima," kata Nusriadi di Baileo Karang Panjang Ambon, Senin (23/5/2023).

Selanjutnya, pengelolaan badan keuangan daerah RSUD Dr Haulussy belum memadai.

Tak hanya itu, ada juga belanja perjalanan dinas yang tak sesuai ketentuan sebesar Rp 2,68 Miliar.

"Keempat belanja perjalanan dinas pada 19 SKPD tidak sesuai ketentuan sebesar 2,68 Miliar diantaranya merupakan kelebihan pembayaran sebesar 1,82 Miliar rupiah," tambahnya.

Pemerintah Provinsi Maluku juga melakukan kelebihan pembayaran sebesar Rp 1,37 Miliar.

Serta masih ada denda keterlambatan yang belum didapat.

"Kelima, pelaksana 25 paket pekerjaan pada 7 skpd tidak sesuai ketentuan sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan sebesar 1,37 Miliar dan terdapat kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan yang belum dikenakan," tambahnya.

Selanjutnya, pengelolaan aset usaha tetap tidak memadai diantaranya manfaat pemanfaatan BMD belum seluruhnya didukung surat perjanjian dengan Mitra pemanfaatan.

Serta terakhir, dari sisi DPRD Provinsi Maluku yang belum melengkap dokumen pertanggungjawaban anggaran belanja barang dan jasa saat reses dengan nilai Rp 1,86 Miliar.

"Ketujuh, belanja barang dan jasa atas kegiatan reses sebesar 1,86 Miliar pada Sekretariat DPRD belum didukung dokumen pertanggungjawaban yang lengkap dan sah," tambahnya.

Nusriadi mengungkapkan harus ditindaklanjuti dengan rekomendasi yang diberikan BPK RI.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved