Cegah Terorisme

Kadensus 88 Sebut Hubungan Pela dan Gandong Bisa Tangkal Fenomena Terorisme di Maluku

Hal itu disampaikan usai memberikan materi pada sidang jemaat Gereja Protestan Maluku ( GPM ) Galala - Hative Kecil di Gereja Imanuel, Minggu (29/1/20

Penulis: Mesya Marasabessy | Editor: Adjeng Hatalea
TribunAmbon.com / Mesya Marasabessy
MALUKU: Kadensus 88, Irjen Pol. Marthinus Hukom menyebut hubungan pela gandong dapat berpotensi menangkal fenomena terorisme di Maluku, Minggu (29/1/2023). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Kepala Detasemen Khusus ( Kadensus ) 88, Irjen Pol. Marthinus Hukom menyebut hubungan Pela dan Gandong dapat berpotensi menangkal fenomena terorisme di Maluku.

Hal itu disampaikan usai memberikan materi pada sidang jemaat Gereja Protestan Maluku ( GPM ) Galala - Hative Kecil di Gereja Imanuel, Minggu (29/1/2023).

“Fenomena terorisme akhir-akhir ini banyak dilakukan melalui media sosial dan kita tidak bisa menghindari itu tapi bagaimana kita harus kembali lagi mengingat ada nilai-nilai sosial kapital yang ada di masyarakat Maluku yaitu pela gandong,” kata Hukom kepada wartawan.

Menurutnya, keberadaan Pela dan Gandong merupakan suatu ikatan persaudaraan itu harus direvitalisasi kembali.

Artinya, bagaimana masyarakat Maluku dapat memanfaatkan hubungan Pela dan Gandong secara konkret.

“Ada rekonseptualisasi Pela Gandong antara satu negeri dengan negeri lain ini menutup ruang konflik antara dua negeri yang berhubungan pela gandong,” ungkapnya.

Sementara, bagi negeri di Maluku yang belum ada ikatan Pela-Gandong, maka rekonseptualisasinya harus diperluas.

“Menyangkut seluruh negeri harus dibuat semacam irisan supaya negeri satu dengan negeri lain ini terhubung dalam ikatan pela gandong yang lebih besar,” cetusnya.

Baca juga: Hadiri Sidang Jemaat GPM Galala, Kadensus 88 Ingatkan Terorisme Muncul Melalui Media Sosial

Jika hubungan Pela dan Gandong telah direvitalisasi lanjutnya, maka otomatis menangkal fenomena terorisme di Maluku.

Karena tanpa disadari, ketahanan masyarakat untuk membedakan mana doktrin melalui media sosial yang negatif atau positif sudah bisa dinilai sendiri.

“Media sosial ini konsekuensi dari perkembangan teknologi dan konsekuensi dari kebebasan sipil demokrasi. Jadi yang harus kita buat adalah bagaimana kita membangun ketahanan masyarakat, mereka harus mampu menilai mana doktrin atau narasi yang negatif atau positif,” tandasnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved