Kasus Suap Wali Kota Ambon

KPK Dalami Aliran Uang yang Masuk Kantong Mantan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy

KPK mendalami aliran uang yang masuk ke Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL).

KPK RI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy sebagai tersangka. 

TRIBUNAMBON.COM -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang yang masuk ke Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) dalam kasus pemberian hadiah atau janji terkait persetujuan izin pembangunan Alfamidi di Kota Ambon.

Pendalaman itu dilakukan tim penyidik saat memeriksa Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Infrastruktur Pemukiman pada pada Dinas PUPR Kota Ambon CI Chandra Futwembun, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Kota Ambon Rustam Sinanjuntak, dan Telly Nio selaku wiraswasta.

 Mereka diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada, Jumat (10/6/2022).

"Ketiga saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka RL dari beberapa pihak kontraktor dan beberapa SKPD di Pemkot Ambon," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).

Saksi lain yakni PNS/Koordinator Perwakilan Pemkot Ambon di Jakarta Karen Wolker Dias tak memenuhi panggilan tim penyidik.

"Tidak hadir dan konfirmasi untuk dijadwal ulang," ujar Ali.

KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon dua periode Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail minimarket tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.

Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan karyawan Alfamidi Kota Ambon Amri.

 Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.

Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp 500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.

Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Atas perbuatannya, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved