Budaya Maluku
Mengenal Gunung Saniri - Tuhaha, Tempat Pertemuan Rahasia Pattimura Bersama Para Kapitan
Puncak Gunung Saniri merupakan tempat pertemuan rahasia Matulessy bersama para Kapitan sebelum melawan penjajah Belanda.
Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina
AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Mengenal sejarah perjuangan Pahlawan Nasional Kapitan Pattimura atau Thomas Matulessy tak terlepas dari kisah di Pulau Saparua.
Salah satunya di Gunung Saniri, Negeri Tuhaha, Kecamatan Saparua Timur, Kabupaten Maluku Tengah.
Puncak Gunung Saniri merupakan tempat pertemuan rahasia Matulessy bersama para Kapitan sebelum melawan penjajah Belanda.
Berdasarkan catatan sejarah, Matulessy bersama Raja-raja, Kapitan dari Pulau Ambon, Seram, Saparua, Haruku dan Nusalaut berkumpul dan menyusun strategi penyerangan mengusir Belanda.
Dalam pertemuan itu juga, Thomas Matulessy diberi gelar Kapitan atau panglima perang dengan gelar Pattimura pada 14 Mei 1817.
Tempat rahasia ini strategis lantaran berada di atas Gunung dan tertutup rimbunan pohon namun dapat memantau pergerakan Belanda secara diam-diam yang saat itu berkedudukan di Benteng Duurstede, Saparua.

Baca juga: Dihadapan Prajurit Lanud Pattimura, Oma Tupa Memohon Namun Diusir
Lokasi Bakar Obor Pattimura
Setiap tanggal 15 Mei, masyarakat Indonesia terkhususnya Maluku merayakan Hari Pattimura.
Perayaan ini diawali dengan pembakaran obor Pattimura di Gunung Saniri sehari sebelumnya, yakni 14 Mei.
Dilansir dari Kebudayaan.kemendikbud.go.id, pembakaran obor secara alam ini menurut orang tua-tua berfungsi untuk membakar semangat perjuangan Pattimura.
Pembakaran obor yang telah berlangsung ratusan tahun ini pun hanya bisa dibakar oleh anak Adat Negeri Tuhaha.
Pada upacara pembakaran obor, para raja dan kepala adat mengenakan pakaian tradisional yang didominasi warna merah dan hitam.
Begitu pula sebagian besar masyarakat Pulau Saparua.
Ratusan peserta upacara juga membawa parang panjang terhunus, tombak sambil cakalele dan berteriak teriak diiringi tabuhan tifa dan bunyi -bunyi tahuri (alat musik dari kulit kerang) yang bersahut-sahutan.
Penyalaan api dilakukan di tempat musyawarah dengan menggesek bilah bambu hingga menghasilkan api untuk menyalakan obor Pattimura.
Sebelum Tahun 2012, Obor Pattimura diarak estafet mulai dari Puncak Gunung Saniri, Negeri Tuhaha dan Benteng Duurstede kemudian ke Pelabuhan Haria untuk diseberangkan ke Pelabuhan Tulehu.
Kemudian dilanjutkan arak-arakan sepanjang 25 kilometer menuju kota Ambon, tepatnya di lokasi Patung Pattimura, Lapangan Merdeka Ambon.
Namun perayaannya kini hanya sampai di Pulau Saparua.
Sudah dua tahun belakang yakni sejak tahun 2021, pembakaran Api Pattimura pun tak dilakukan di Gunung Saniri dan berlangsung di Lapangan Merdeka Saparua.
Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah beralasan pandemi covid-19.
Baca juga: Angkot Jurusan Kudamati Ambon Ludes Dilalap Si Jago Merah, Tidak Ada Koban Jiwa
Menuju Gunung Saniri
Menuju ke situs bersejarah ini mudah, hanya berjarak sekitar 10 menit dari Benteng Duurstede dan 7 menit dari Baileo Negeri Tuhaha.
Dari arah Saparua maka gapura masuk Gunung Saniri berada di sebelah kanan jalan.
Untuk menuju ke puncak Gunung Saniri, tempat pertemuan para Kapitan ini, harus melewati ratusan anak tangga.
Mulai dari depan gapura hingga ke bagian dapat dilewati dengan berjalan kaki atau kendaraan bermotor.
Namun sesampainya pada papan himbauan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku, maka harus menaiki ratusan anak tangga untuk sampai puncak gunung Saniri.
Di puncak Gunung Saniri akan terlihat dua bangunan yaitu tempat api Pattimura dinyalakan dan balai pertemuan.
Gunung Saniri ini dibuka tiap hari dan tak ada yang menjaga. Pemerintah Negeri dan Provinsi Maluku tetap menghimbau siapapun untuk tetap menjaga kebersihan kelestarian situs sejarah Bumi Raja-raja ini. (*)