Mengenal Benteng Duurstede, Saksi Bisu Awal Mula Goyahnya Belanda di Maluku
Mengingat perjuangan rakyat Maluku bebas dari belenggu penjajahan Belanda tak lepas dari kisah-kisah di Pulau Saparua.
Penulis: Tanita Pattiasina | Editor: Salama Picalouhata
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Mengingat perjuangan rakyat Maluku bebas dari belenggu penjajahan Belanda tak lepas dari kisah-kisah di Pulau Saparua.
Pulau yang hanya dapat ditempuh dengan perjalanan laut ini menyimpan sejarah Kapitan Pattimura, pahlawan asal Maluku.
Salah satunya Benteng Duurstede di Saparua Kota, Pulau Saparua.
Benteng inilah cikal bakal goyahnya Oostindische Compagnie (VOC) dan Belanda di Maluku.
Baca juga: Mengenal Sosok Kasdam Pattimura Baru Brigjen TNI Stepanus Mahury, Putra Asli Seram Barat
Tak jauh dari Kantor Pemerintahan Negeri Saparua, sekitar 100 meter, benteng yang didirikan oleh Arnold de Vlaming Van Duds Hoorn, Portugis pada tahun 1676 ini menghadap pantai dan dapat terlihat dari empat desa.
Yakni Paperu, Booi dan Sirisori Islam, juga Gunung Saniri di Negeri Tuhaha.
Tak heran bila Benteng Duurstede sangat penting untuk kepentingan militer.
Kemudian tahun 1690, pembangunan benteng ini dilanjutkan kembali oleh Gubernur Nicolas van Saghen dan diberi nama Duurstede seperti saat ini.
Duurstede sendiri memiliki arti nama “kota mahal”.

Benteng Duurstede ini pun difungsikan sebagai bangunan pertahanan dan pusat pemerintahan VOC.
Benteng yang berbentuk oval ini kerap berpindah tangan dari Inggris dan Belanda mulai dari Tahun 1796.
Hingga akhirnya di tahun 1817 dikembalikan ke tangan Belanda.
Ditahun 1817 inilah momen penting bagi Rakyat Maluku, yang dipimpin Kapitan Pattimura.
VOC yang telah memegang kendali penuh Benteng Duurstede lantas berencana memindahkan Kapitan Pattimura bersama dengan pasukan lokal yang dipekerjakan Inggris.
Tak terima dengan hal itu, serta praktik monopoli VOC, Rakyat Saparua bangkit melawan.
Pada 16 Mei 1817 inilah, Rakyat Saparua bangkit dan melawan penjajah menyerbh benteng Duurstede.
Pada 16 Mei 1817, rakyat Saparua yang berada di bawah pimpinan Kapitan Pattimura bangkit untuk melawan penjajah dengan menyerbu Benteng Duurstede.
Alhasil, seluruh penghuni Benteng tewas kecuali putra Residen yang bernama Jan Lubert van den Berg.
Sejak Benteng Duurstede jatuh, muncullah perlawanan di Beberapa wilayah di Maluku seperti di Pulau Haruku dan Pulau Hitu.
Kini, Benteng Duurstede sudah tak difungsikan lagi sejak 1902.
Tembok Benteng setebal 1,25 meter dan tinggi 5 Meter ini masih utuh.
Hanya saja bekas rumah warga Belanda didalam Benteng sudah tak ada dan tersisa bekas pondasj saja yang rata dengan tanah.
Selain itu masih, ada 3 bangunan yang masih utuh.
Yakni gedung tempat penyimpanan Cengkeh dan Pala Zaman dulu, Penjara bawah tanah dan ruang kantor.
Di bagian Selatan Benteng ada lima buah meriam yang masih tertanam, juga sebuah sumur di bagian depan luar benteng.
Benteng Duurstede ini dibuka tiap hari, dan tak dipungut tiket masuk, hanya sumbangan sukarela bagi Tribunners yang ingin memberi.
Untuk belajar sejarahnya, Tribunners dapat mengunjungi museum yang letak persis depan pintu masuk Benteng. (*)