Ambon Hari Ini
Cerita Erick Chandra, Tetap Jualan Aksesoris Meski Untung Tak Seberapa, Alasannya Bikin Takjub
Keseharian Erick Chandra (21) adalah berjualan aksesoris gelang dan kalung di kawasan Pasar Mardika, Kota Ambon, Maluku.
Penulis: Mesya Marasabessy | Editor: Salama Picalouhata
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Keseharian Erick Chandra (21) adalah berjualan aksesoris gelang dan kalung di kawasan Pasar Mardika, Kota Ambon, Maluku.
Erick membuat gelang dan kalung jualannya itu, dari seutas tali yang dirangkai sehingga indah dipakai.

Di usianya yang terbilang muda, ia tetap berjualan aksesoris gelang dan kalung meskipun untungnya tak seberapa.
Da biasa meraup untung Rp. 100 ribu dalam sehari, atau saat akhir pekan bisa mendapatkan Rp. 200 ribu.
“Perhari itu biasanya sekitar Rp100 ribu, Itu kalau pembelinya agak ramai jadi penghasilanya bisa banyak,” kata Erick kepada TribunAmbon.com, Minggu (5/12/2021) pagi.
Pria muda itu, mengaku penghasilan yang diterimanya berdasarkan produk yang ia jual dengan harga yang sangat ramah kantong.
Seperti gelang yang dibandrol dengan kisaran harga Rp5 ribu sampai Rp35 ribu.
Sedangkan kalung seharga Rp15 ribu sampai Rp50 ribu.
Dari kisaran harga tersebut, yang paling laris adalah produk dengan harga yang paling rendah yakni gelang Rp5 ribu dan kalung Rp15 ribu.
“Jadi memang harganya ramah kantong dan tentu penghasilannya juga seperti itu,” katanya dengan ekpresi yang sangat datar.
Baca juga: Ada Polemik Seleksi Calon Sekot Ambon, Wakil Wali Kota Syarif Hadler Bilang Begini
Namun, usaha dibidang karya seni itu harus tetap ia jalani karena merupakan usaha lanjutan dari bapaknya, Asis Hayoto.
“Ya, penghasilan sebenarnya tak seberapa tapi mau bagaimana lagi karena ini sebenarnya usaha bapak yang saya lanjutkan. Mengingat, usia bapak sekarang yang sudah tidak lagi muda,” ucap Erick.
Betapa tidak, untuk mengumpul niat membuka usaha aksesoris ini tidaklah mudah.

Bapaknya harus merantau terlebih dulu ke Kota Yogyakarta, belajar disana.
Mengingat, Kota Yogyakarta tak hanya dikenal dengan destinasi dan kulinernya saja, tapi kerajinan khas Jogja yang unik juga patut dipelajari proses pembuatannya.
“Bapak saya merantau ke Jogja pada awal tahun 2000-an setelah saya lahir. Karena ini memang hobi bapak saya yang kemudian menjadi usaha,” tutur Erick.
“Sangat disayangkan jika perjuangan bapak saya merantau ke Jogja untuk membangun usaha ini harus terhenti hanya karena usianya yang sudah tua, makanya saya lanjutkan,” terangnya.
Terlahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara memang memikul beban tersendiri baginya.
Apalagi kedua orang tuanya Asis Hayoto dan Eni Ode yang kini sudah tak lagi muda dan hanya menikmati masa senjanya di rumah saja, kawasan Kebun Cengkeh, Batu Merah, Kota Ambon.
Adik perempuannya, Astika yang juga sementara menempuh pendidikan di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Ambon ini juga hanya mengharapkan kebutuhan pribadi maupun pendidikan hanya dari Erick selaku tulang punggung keluarga.
“Biaya makan keluarga, pendidikan untuk adik saya semuanya dari usaha ini. Karena inilah sumber penghasilan bagi keluarga saya jadi harus dipertahankan meski penghasilan tak seberapa,” cetusnya.
Hal ini pula yang membuat Erick menghabiskan masa mudanya selama 12 jam setiap harinya di Pasar Mardika Ambon.
Yakni pukul 8 pagi sudah harus tiba di pasar untuk membuka lapak jualan dan kembali ke rumah setelah pukul 8 malam.
“Iya, pergi dengan matahari, pulang dengan bulan,” canda Erick.
Padahal, dengan usia yang masih terbilang muda, teman sebayanya tentu masih hura-hura dengan menikmati masa muda.
Sementara Erick, harus memikirkan bagaimana caranya mempertahankan usaha bapak demi menghidupi keluarganya. (*)