Hari Pahlawan
Mengenal sosok Mathilda Batlayeri, Pahlawan Asal Maluku yang Gugur di Kalimantan
Nama aslinya adalah Mathilda Lamere, lahir pada tahun 1927 di Desa Sifnana, Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang kini sudah berganti nama me
Penulis: Ode Alfin Risanto | Editor: Adjeng Hatalea
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Alfin Risanto
AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Maluku merupakan salah satu provinsi tertua yang dibentuk bersama tujuh provinsi lainya dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia.
Provinsi Maluku terkenal sebagai daerah penghasil rempah- rempah di Indonesia sejak zaman dahulu.
Daerah ini merupakan tanah surga penghasil cengkeh dan pala.
Dalam sejarahnya, banyak perjuangan yang ditorehkan oleh tokoh asal Maluku.
Di antaranya, Thomas Matulessy, Marta Chirstina Tiahahu, dr. J Leimena, Aipda Karel Sadsuitubun dan beberapa tokoh lainya yang baik dikenal maupun belum dikenal banyak orang.
Salah satu tokoh asal maluku yang belum diketahui banyak orang adalah Mathilda Batlayeri.
Baca juga: Jokowi Pimpin Upacara Peringatan Hari Pahlawan di TMP Kalibata
Mathilda Batlayeri adalah srikandi asal Maluku yang merupakan seorang Bhayangkari.
Ia gugur melawan pemberontak di Kalimatan Selatan pimpinan Ibnu Hajar. Pada 1953.
Siapakah Mathilda Lamere
Nama aslinya adalah Mathilda Lamere, lahir pada tahun 1927 di Desa Sifnana, Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang kini sudah berganti nama menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Ibunya bernama Afia Laratmase dan ayahnya, yakni Demianus Lamere.
Mathilda menikah dengan pria sekampunya yang merupakan anggota Polri bernama Ardianus Batlayeri.

Mereka menikah pada tahun 1944 di gereja Tri Tunggal Hati Kudus kampung Sifnana lama.
Karena sudah menikah dia dikenal dengan marga suaminya adalah Mathilda Batlayeri.
Dari buah pernikahanya Mathilda dikarunia tiga orang anak, yakni Allexsander Batlayeri, Loedwik Batlayeri, dan Max Batelayeri, dan satu anaknya masih dalam kandunganya kala itu.
Suaminya Adrianus Batlayeri masuk Polisi saat Polri berdiri dan melakukan penerimaan anggota pertama kali 1944.
Saat mengikuti pendidikan pertmanya di SPN Polda Maluku selama tujuh bulan, suaminya ditugaskan di Kurau Kewedanaan Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Saat itu Adrianus berpangkat Agen Polisi II.
Sebagai istri polisi, Mathilda mengikuti suaminya dan tinggal di asrama mengasuh tiga anaknya yang masih kecil.
Berjuang Lawan Pemberontak
Dilansir dari berbagai sumber, bahwa di Kalimantan Selatan, pada tahun 1950, ada seorang tokoh bekas pejuang yang gigih melawan Belanda.
Orang tuanya memberi nama Angli, tetapi dia dikenal sebagai Haderi Bin Umar, dan paling popular sebagai Ibnu Hadjar.
Ibnu Hadjar kemudian melakukan pemberontakan dengan kelompoknya yang dinamakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT).
Dia pun menyatakan bagian dari perjuangan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kartosuwiryo.
kelompok Ibnu Hadjar menyerang pos militer di Kalimantan Selatan.
Baca juga: Hari Ini, Jokowi Akan Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Empat Tokoh
Kala itu, pada Rabu dini hari, 28 September 1953, kelompok Ibnu Hadjar menyerang pos militer di Kalimantan Selatan.
Hari itu, Adrianus dan istrinya sudah bangun dari tidur, sedangkan ketiga anaknya masih tertidur pulas.
Suaminya berpamitan pergi ke sumur yang berjarak 75 Km dari asramanya untuk mengambil air bersih.
Saat Adrianus ke sumur, tiba-tiba datanglah sebuah serangan pasukan bersenjata kelompok KRyT pimpinan Ibnu Hadjar.
Puluhan anggota KRYT menyerang dengan senjata api, dalam keadaan itu, di pos polisi sekaligus asrama, hanya terdapat lima anggota polisi.
Baku tembak yang tidak berimbang pun terjadi antara lima polisi dan puluhan anggota KRYT.
Mathilda cemas sekali melihat hanya lima polisi yang bertahan, sedangkan suaminya Adrianus tidak bisa kembali ke asrama karena posisi sumur dan asrama sudah ditempati pasukan KRYT.
Karena terdesak dan putra sulungya sudah tertembak meninggal, Mathilda langsung masuk ke kamar, mengambil senjata jenis moser milik suaminya.
Mathilda langsung melibatkan diri dalam baku tembak itu.
Ia bahkan menembak rubuh pimpinan penyerangan bernama Suwandi yang dikabarkan punya ilmu kebal dan tidak bisa tembus pelor.
Meskipun Mathilda sudah berusaha membantu lima anggota polisi, namun lawan yang jumlahnya lebih banyak dan tembakan membabi buta, membuat anggota-anggota polisi itu gugur.
Bahkan, asrama polisi yang bukan bangunan permanen itu juga tertembus hujan peluru.
Lima anggota polisi dan ketiga putra serta Mathilda tertembak di dalam rumah dan tewas seketika.
Pertempuran selama satu setengah jam itu, membuat Pasukan KRyT langsung membumihanguskan pos dan asrama.
Jenazah Mathilda yang sedang mengandung bersama ketiga puteranya hangus terpanggang dalam kobaran api.
Tiga puluh tahun setelah peristiwa itu terkadi , organisasi Bhayangkari Pusat memberi penghargaan kepada Mathilda Batlayeri pada 1983 berupa penghargaan Medali Melati sebagai Pahlawan Bhayangkari.
Bersamaan dengan tahun itu pula, Kapolda Kalimantan Selatan Brigjen Pol M. Sanusi kemudian menjadi Kapolri membangun monumen untuk mengenang Mathilda Batlayeri.
Monumen mulai dibangun pada 13 Agustus 1983, dan diberi nama Monumen Bhayangkari Teladan Mathilda Batlayeri.
Monumen tersebut bertuliskan pesan terkahir Mathilda yakni “Kepada penerusku, aku Bhayangkari dan anak-anakku terkapar di sini, di Bumi Kurau Kalimatan Selatan yang sepi. Semoga pahatan pengabdianku memberi arti pada Ibu Pertiwi”.
Pada hari pahlawan 10 November 1983, monumen tersebut diresmikan oleh Ketua Umum Bhayangkari atau Istri Kapolri yakni Ny. Anton Soedjarwo.
Nama Mathilda Batlayeri juga diabadikan di beberapa tempat seperti nama Aula Bahayangkari di Polda Kalimantan Selatan, nama taman rekreasi dan pemancingan di asrama Polisi Banjarmasin, serta nama jalan di Kecamatan Kurau tempat dimana persitiwa berdarah itu terjadi.
Untuk di tempat kelahirannya dibuat monumen Bhanyangkari teladan dan namanya juga diabadikan sebagai Bandara Udara, serta nama jalan utama di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar.
Atas sikap heroiknya, saat ini Pemerintah Kalimantan Selatan sedang mengusulkan namanya sebagai Pahlawan Nasional.(*)